Pages

Thursday 24 February 2011

POLA ATAU MODEL PEMANFAATAN MEDIA AUDIO UNTUK PEMBELAJARAN DAN LANGKAH-LANGKAHNYA


Dengan mempelajari uraian materi dalam kegiatan ini diharapkan Anda dapat memahami sekaligus mengajarkan materi yang berhubungan dengan:

1. Pola atau model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran, dan
2. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media Audio.
Sebagai media pembelajaran, ada beberapa model atau pola pembelajaran yang bisa diterapkan dalam memanfaatkan media audio. Dari beberapa model tersebut ada 3 model utama yang perlu diketahui yaitu,
1.    model terintegrasi dengan media cetak,
2.    model terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas
3.    model dimanfaatkan secara berdiri sendiri sebagai media audio interaktif.
Untuk model pertama dan ketiga dapat dimanfaatkan secara individual maupun secara kelompok. Tempat pemanfaatannya bisa di mana saja dan kapan saja tergantung kebutuhan. Sedangkan untuk model kedua pemanfaatannya diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas
Ada beberapa model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran. Salah satunya ialah
terintegrasi dengan media cetak (buku/modul)

1.      Terintegrasi dengan media cetak (buku/modul)

Pemanfaatannya dintegrasikan dengan cetak (bisa berupa modul/buku atau media cetak lainnya.Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal, peserta didik dituntut harus sabar dan teliti, karena peserta didik harus bolak-balik antara mematikan audio untuk melihat ke modulnya atau menutup modul kembali memutar dan menyimak audionya. Bahkan antara menyimak modul dan mendengarkan audio kadang- kadang harus dilakukan secara bersama-sama. Sebagai contoh ketika ia membaca wacana, maka disamping mencermati kalimat-kalimat yang ada di modul, ia juga harus mendengarkan program audionya.
Pengitegrasiaannya bisa secara murni (pure), tetapi bisa juga semi terintegrasi. Pengitegrasian secara murni artinya antara modul dengan media audionya merupakan satu kesatuam bahan pembelajaran yang tidak dapat di pisah-pisahkan. Peserta didik harus memiliki dan memanfaatkan keduanya secara terintegrasi dalam proses pembelajarannya. Keduanya tidak bisa dimanfaatkan secara berdiri-sendiri, melainkan harus secara terintegrasi.
Untuk pengitegrasian yang sifatnya murni mayoritas materi pembelajaran ada di
media audio.  Materi yang ada di media audio (misalnya untuk pelajaran bahasa Inggris) meliputi: cara membaca wacana (reading), Vocabulary, listening, speaking, latihan-latihan, umpan balik hasil latihan dan penjelasan tata bahasa (grammar). Sedangkan materi yang ada di media cetak meliputi: Tujuan pembelajaran, petunjuk pembelajaran, wacana, daftar kata (vocab), tata bahasa (gramar), petunjuk mengerjakan soal, jika diperlukan lembar jawaban soal dan lembar kerja siswa (LKS).
Peserta didik dapat memanfaatkannya secara individual atau kelompok. Jika dimanfaatkan secara individual peserta didik dituntut untuk lebih mampu belajar secara mandiri artinya ia dituntut harus disiplin dalam mengatur dirinya sendiri serta dituntut untuk mampu mencari jawaban sendiri atas permasaslahan yang diketemui ketika ia sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran
Sedangkan pengitegrasian yang sifatnya semi terintegrasi, seluruh materi pembelajaran (termasuk tujuan, petunjuk belajar dan lain-lain) tertulis di modul. Materi-materi tertentu yang memerlukan media audio seperti cara membaca wacana (untuk pelajaran bahasa Inggris) atau suara-suara berbagai jenis binatang (untuk pelajaran IPA – Biologi), bunyi nada (untuk pelajaran menyanyi), intonasi dalam pembacaan puisi (untuk pelajaran Bahasa Indonesia) dan lain-lain direkam dalam kaset audio. Ketika peserta didik membutuhkannya baru memutar kasetnya
Ada beberapa model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran. Salah satunya ialah
mengiintegrasikan media Audio ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

2.      Terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas.
Pemanfaatannya langsung diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Materi-materi tertentu yang memerlukan bantuan media audio (seperti bunyi nada, suara-suara binatang,, cara melafalkan suatu kata dan lain-lain direkam ke dalam program audio
Praktek pemanfaatannya sepenuhnya diserahkan kepada guru. Oleh karena itu guru bisa mengatur skenario kegiatan pembelajaran sebagai berikut: guru menjelaskan seluruh materi pembelajaran hingga selesai baru memutar program Audio atau guru memutar program Audionya terlebih dahulu baru memberikan penjelasan atau secara selang-seling antara penjelasan guru dengan pemutaran media Audio.
Dalam model ini guru memiliiki peranan sentral, artinya keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada guru.
Disamping sebagai sumber belajar, guru sekaligus merangkap sebagai operator dan fasilitator.
Pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik (umpan balik) langsung memperoleh
tanggapan dari guru ataupun dari teman-temannya

  1. Model Pembelajaran Interaktif
Dalam model ini, melalui media Audio peserta didik diajak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, meskipun ajakan untuk ikut partisipasi tersebut sebenarnya hanyalah bersifat maya (semu).
Dengan model interaktif seolah-olah terjadi komunikasi dua arah antara peserta didik dengan narator yang membawakan materi pembelajaran dalam media audio.
Ajakan untuk ikut berpartisipasi aktif tersebut dilakukan misalnya dengan meminta peserta didik untuk melakukan kegiatan menghitung, menulis, menirukan ucapan atau melafalkan, menjawab pertanyaan yang ditulis dalam buku catatan, membuat karangan singkat, bertanya kepada ayah/ibu/saudara, mengamati lingkungan sekitar, melihat koran/majalah, melihat buku pelajaran yang ditunjukkan judul bukunya berikut penulis-penerbit dan halamannya dan lain-lain. Ajakan untuk ikut berpartisipasi aktif bisa juga dilakukan dengan menanyakan berita penting yang terjadi pada hari itu misalnya yang dibaca dari koran, yang ditonton dari TV, yang didengar dari radio atau yang didengar dari orang tua, teman, saudara dan lain-lain.
Dalam model interaktif umpan balik diberikan oleh media Audio itu sendiri, peserta didik dimita untuk mencocokkan jawabannya dengan jawaban-jawaban yang diberikan melalui media Audio. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk aktif.

Model interaktif cocok untuk kegiatan pembelajaran baik yang bersifat individual maupun kelompok. Namun jika pemanfaatannya secara individual, maka peserta didik dituntut untuk lebih aktif mencari solusi sendiri atas persoalan-persoalan yang mereka temui.

Dalam model ini peran peserta didik sangat menonjol sementara peran guru tidak terlalu sentral. Namun demikian guru tetap dituntut untuk memberikan penilaian atas hasil pekerjaan siswa (peserta didik).

Dalam langkah persiapan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pendidik atau guru, yaitu:
1.      Siapkan mental peserta didik agar mereka dapat berperan serta secara aktif. Oleh karena itu paling lambat sehari sebelumnya hal itu (rencana kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media Audio ataupun Radio) harus sudah diberitahukan kepada peserta didik.
2.      Pastikan bahwa peralatan yang akan digunakan untuk menampilkan program (Radio,/Radio Tape/CD Player/Komputer/Radio Satelit/iPod/Zune), dapat ber-fungsi dengan baik.
3.      Jika memanfaatkan media Radio, pastikan bahwa jadwalnya sudah jelas dan topik
4.      yang akan disiarkan sesuai dengan topik yang akan dibahas.
5.      Jika memanfaatkan media Audio, pastikan bahwa topik yang akan dibahas tersedia kasetnya/CD/MP3/Flash dan usahakan Anda selaku guru telah mempreviunya terlebih dahulu sebelum menyajikan untuk kepentingan pembelajaran.
6.      Pastikan bahwa di ruangan tempat kegiatan pembelajaran tersedia power listrik yang
7.      dibutuhkan untuk memutar program. 
8.      Ruangan hendaknya sudah diatur sedemikian rupa (cahaya, ventilasi, pengaturan tempat duduk, ketenangan dan lain-lain) sehingga peserta didik dapat mengikutinya dengan nyaman.
9.      Jika memerlukan LKS atau Bahan Penyerta, pastikan bahwa keduanya telah  tersedia dengan jumlah yang mencukupi.

Pada langkah pelaksanaan hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

1.      Jika memanfaatkan media radio arahkan posisi radio pada gelombang stasiun radio
2.      yang akan dituju dan tombol siap untuk di “on” kan.
3.      Jika menggunakan media Audio usahakan posisi penyimpan file (Kaset/CD/DVD/MP3/ Flash dan lain-lain) sudah berada di tempat pemutarnya dan tinggal menekan tombol “Play” atau “On”.
4.      Usahakan peserta didik sudah berada tempat kegiatan pembelajaran (standby) setidaknya 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dengan alat tulis, modul/buku, LKS dan kelengkapan belajar lainnya.
5.      Jelaskan kepada mereka tentang jenis matapelajaran, topik yang akan dibahas dan
6.      tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
7.      Mintalah siswa untuk memperhatikan baik-baik terhadap materi pembelajaran yang akan disampaikan melalui media Radio/Audio, mencatat bagian-bagian yang dianggap penting serta mengikuti berbagai instruksi (perintah) yang akan disampaikan lewat media Radio/Audio seperti memberikan jawaban singkat, menirukan, menuliskan, menghitung, menyimpulkan dan lain-lain.
8.      Putarkan program (Radio/Audio) dengan memutar atau memencet tombol “play”.
9.      Usahakan suasana tetap tenang/kondusif selama pemutaran program media
10.  Perhatikan dan catat berbagai reaksi peserta didik selama mereka mengikuti
11.  kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan program Audio/Radio.
12.  Disamping sebagai nara sumber, pendidik juga sekaligus sebagai fasilitator. Oleh karena itu, dalam hal ini pendidik juga berkewajiban untuk memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik dan maksimal.
13.  Setelah pemutaran program selesai matikanlah alat pemutar, dan mintalah siswa untuk tetap tenang di tempatnya masing-masing dan siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
14.  Jika ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab peserta didik atau tugas-tugas singkat yang harus mereka kerjakan selama mendengarkan program, mintalah peserta didik untuk mengumpulkan lembar jawaban atau lembar tugas tersebut.
Pada langkah tindak lanjut hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

a.       Mintalah peserta didik untuk menceriterakan ringkasan materi pembelajaran yang
b.      berhasil mereka serap selama mendengarkan program media radio/audio
c.       Mintalah peserta didik untuk menanyakan berbagai hal yang dianggap sulit (yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang baru saja mereka pelajari melalui media radio/audio)
d.      Sebelaum Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik, terlebih dahulu berikan kesempatan kepada sesama peserta didik untuk mendiskusikan jawabannya. Peran pendidik di sini adalah sebagai fasilitator.
e.       Jika seluruh pertanyaan sudah berhasil dijawab oleh teman-teman sesama peserta, maka Anda tidak perlu menjawabnya lagi. Tugas Anda sebatas menjawab pertanyaan- pertanyaan yang belum terjawab selama berlangsung-nya diskusi.
f.       Berikan tes untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik dalam mengikuti kegiatan
g.      pembelajaran melalui pemanfaatan Radio/Audio.
h.      Jika ada tugas-tugas atau PR yang harus dikerjakan, sampaikanlah sebelum peserta
i.        didik meninggalkan tempat.

PENUTUP
Melalui tulisan ini, nyatalah bahwa banyak sumber belajar yang dapat kita manfaatkan. Dari
yang sifatnya rekaman sederhana sampai rekaman yang disiarkan melalui jagad maya.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang begitu pesat pada saat ini mau tidak mau, setuju atau tidak setuju tentu akan membuka cakrawala pemikiran kita bahwa di jagad maya terdapat beraneka macam jenis informasi atau sumber belajar yang tidak terbatas jumlahnya. Tentu kita semua akan setuju jika penulis katakan bahwa kita harus memanfaatkan beraneka ragam informasi yang tersebar di jagad maya tersebut sebagai sumber belajar setelah melalui seleksi yang didasarkan kepada kebutuhan pembelajaran, pertimbangan moral, agama dan lain, dan lain-lain
Audio maupun radio merupakan salah satu komponen TIK yang berbasis suara/ bunyi yang sangat effektif dan sangat membantu para pendidik jika dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.
Oleh karena itu penulis berharap kepada kepada pihak-pihak yang berkepenting - an (khususnya para pendidik dan para pemangku kepentingan pendidikan) untuk mau memanfaatkan potensi Audio dan Radio untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Koesnandar, Drs. M.Pd. “Dasar-Dasar Program Audio”, Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999.

Komunitas Teknologi Informasi Indonesia”,http://indocommiit.com
Internet Radio”,http://en.wikipedia.org/wiki/internet_rqdio 4/18/2008 2.20 PM
“Rivalitas zune dan iPod”,http:// fistonita.net
Romi Satria Wahono,Mengenal Radio Internet,http://RomiSatriaWahono.Net February 4th, 2006
WAV: Waveform Audio Format,http://id. wik ipedia.org/ wiki/WAF/
Audio Digital,http://id.wikipedia.org/wiki/Audio digital/
iPod,http://id. wiki pedia.org/ wik i/iPod/
Waldopo Drs. M.Pd. “Teknik Menulis Naskah Untuk Program AudioPembelajaran”, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Komunikasi Pendidikan, Jakarta, 2006.
------- Pemanfaatan Media Audio dan Radio Untuk Pendidikan,
Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
2003












SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA REFORMASI



A. Pendahuluan

            Pendidikan merupakan faktor penting yang mempunyai andil besar dalam memajukan suatu bangsa, bahkan peradaban manusia. Tujuan pendidikan itu merupakan tujuan dari negara itu sendiri. Pendidikan yang rendah dan berkualitas akan terus mengundang para penjajah, baik penjajahan secara fisik maupun non fisik, seperti penjajahan intelektual, pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan agama.[1] Hal ini senada dengan ungkapan “kebodohan bukanlah karena penjajahan tetapi kebodohanlah yang mengundang penjajah”.
            Bangsa Indonesia merdeka setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah merdeka dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai tujuannya. Benarkah demikian?
            Kemerdekaan tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi system pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
            Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia selama 3 ½ abad dan Jepang selama 3 1/ 2 tahun meninggalkan kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah. Dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin Barat.[2] Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga – lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis taklim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuning berbahasa Arab seperti safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itu disamping menuntut ilmu mereka harus berjuang melawan penjajah.[3]
            Itulah sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup angin segar di negerinya sendiri karena telah terlepas dari penjajahan. Akan tetapi, sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan negara, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.

B. Rumusan masalah
  1. Bagaimana Pendidikan Islam Pada masa Reformasi?
  2. Bagaimana Pendidikan Islam pada masa Depan?
  3. Apa Tujuan Setiap Jenjang Pendidikan Islam pada Masa reformasi?

C. Pembahasan

1. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
            Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.[4] Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
            Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.
            Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.
            Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
            HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.[5]
            Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu sendiri.[6] Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari:
a. Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sector pembangunan.
b. Religius Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control)
c. Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.[7]

2. Pendidikan Islam Masa Depan
Prospek pendidikan Islam pada masa mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala tersebut berupa:
a. Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
b. Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional, kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau.
c. Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi.
d. Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
e. Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
f. Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi.
g. Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum
h. Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut.

1. Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat.
2. Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Jenjang Pendidikan
a. Tujuan untuk jenjang pendidikan MI /SD dan MTS / SLTP meliputi;
1. Tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-Qur’an dan praktek-praktek ibadah secara verbalistik dalam rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2. Tumbuhnya sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman motifasi.
3. Tumbuhnya penalaran (mau belajar, ingin tahu senang membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif dan bertanggung jawab).
4. Tumbuhnya kemampun berkomunikasi sosial.
5. Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan.

b. Tujuan pendidikan pada jenjang MA/SLTA meliputi:
1. Tumbuhnya keimanaan dan ketaqwaan dengan memiliki kemampuan baca tulis Al-qur’an dan praktek-praktek ibadah dengan kesadaran dan keikhasan sendiri.
2. Memiliki etika.
3. Memiliki penalaran yang baik.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi sosial.
5. Dapat mengurus dirinya sendiri.
Tujuan Pendidikan Tingkat Tinggi didalam penguasaan ilmu pendidikan dan kehidupan praktek ibadahnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi telah memiliki kemampuan untuk menyebarkan kepada masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka.
D. Kesimpulan
Sejarah pendidikan pada masa Reformasai dimulai sejak berakhirnya masa orde Baru yang dipimpim oleh Soeharto. Lengsernya Soeharto dari kepresidenan pada tahun 1998 menjadi tonggak dimulainya pendidikan islam pada masa reformasi.
Pada masa ini pendidikan Islam sudah memiliki jenjang yng baku seperti Madrasah Ibtidaiyyah untuk tingkatan dasar. Madrasah Tsanawiyyah untk tingkatan menengah pertama dan Madrsah Aliyah untuk tingkatan menengah atas.
 Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib
Daftar Pustaka :
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti Jakarta, 1978
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Logos,           Jakarta, 1999
H. Amin haedari, Transformasi Pesantren: LeKDis, Jakarta, 2006
I Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung 1979
Prof. H. mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakary Agung, 1985
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta. 1986








[1] Prof. H. mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakary Agung, 1985, hlm. 45
[2] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta. 1986, hlm. 134
[3] I Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung 1979, hlm. 176
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999) hlm. 103
[5] Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti, Jakarta 1978, hlm. 54
[6] H. Amin haedari, Transformasi Pesantren, LeKDis, Jakarta, 2006, hlm. 45
[7] Ibid

Thursday 17 February 2011

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR


 A.  PENDAHULUAN
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan martabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan percaya kepada Tuhan yang Maha Esa. Di dalam usaha untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan seorang pendidik yang berkualitas sehingga dalam pola pembelajaran yang diajarkan dalam proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diinginkan.                                                                                                       
Dalam proses belajar mengajar, dibutuhkan seorang pendidik yang mampu berkualitas serta   Diharapkan dapat mengarahkan anak didik menjadi generasi yang kita harapkan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa. Untuk itu, guru tidak hanya cukup menyampaikan materi pelajaran semata, akan tetapi guru juga harus pandai menciptakan suasana belajar yang baik, serta juga mempertimbangkan pemakaian metode dan strategi dalam mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran dan sesuai pula dengan keadaan anak didik.

Keberadaan guru dan siswa merupakan dua faktor yang sangat penting di mana diantara keduanya saling berkaitan. Kegiatan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kegiatan mengajar guru, karena dalam proses pembelajaran guru tetap mempunyai suatu peran yang penting dalam memberikan suatu ilmu kepada anak didiknya. Salah satu masalah yang dihadapi guru dalam menyelenggarakan pelajaran adalah bagaimana menimbulkan aktifitas dan keaktifan dalam diri siswa untuk dapat belajar secara efektif. Sebab, keberhasilan dalam suatu pengajaran sangat dipengaruhi oleh adanya aktifitas belajar siswa. Salah satu cara untuk menimbulkan aktifitas belajar siswa adalah dengan merubah kegiatan-kegiatan belajar yang monoton.

Di samping itu, motivasi merupakan salah satu factor yang turut menentukan keefektifan proses balajar mengajar. Callahan dan clark mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah satu tujuan tertentu.
 Motivasi belajar memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar. Sehingga siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi akan mempunyai semangat yang besar untuk melaksanakan kegiatan belajar tersebut. Oleh karena itu, motivasi belajar yang ada pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus.
B.       RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah dari judul makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Strategi Belajar Mengajar
2.      Apa saja jenis Strategi dan teknik Belajar Mengajar.
3.      Bagaimana Hakikat Kegiatan Belajar Mengajar.
4.      Bagaimana model pembelajaran?











C. PEMBAHASAN
A.  Pengertian Strategi Belajar Mengajar
 Di dalam sejarah dunia pendidikan guru merupakan sosok figur teladan bagi siswa/i yang harus memiliki strategi dan teknik-teknik dalam mengajar. Kegiatan belajar mengajar sebagai sistem intruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen-komponen lainnya, dan guru sebagai pengelola kegiatan pembelajaran agar lebih aktif dan efektif secara optimal. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu ialah menguasai teknik-teknik penyajian, atau biasanya di sebut metode mengajar. Teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau insturktur kepada siswa di dalam kelas agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan siswa dengan baik.
Di dalam kenyatan cara atau metode mengajar atau teknik penyajian yang digunakan guru untuk menyampaikan informasi atau message lisan kepada siswa, berbeda dengan cara yang ditempuh untuk memantapkan siswa dalam menguasai pengetahuan, keterampilan serta sikap. Maka, yang disebut dengan strategi belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan konsistansi aspek-aspek komponen pembentuk kegiatan sistem intruksional dengan siasat tertentu. Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[1]
Dengan mempelajari Strategi Belajar Mengajar berarti setiap guru  mulai memasuki suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dgn ank didik. Interaksi yg bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajaran secara sistematis dgn memanfaatkan segala sesuatu guna kepentingan pembelajaran.
Sehingga bahan pelajaran yg disampaikan guru dapat difahami dan diaplikasikan siswa dengan tuntas.
B.. Macam-macam Teknik Penyajian Belajar Mengajar
Ada beberapa macam bentuk teknik penyajian belajar mengajar, yaitu : [2]
1. Teknik Diskusi
Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah, yang dimana di dalam teknik ini terjadi proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat juga semuanya aktif tidak ada yagn pasif sebagai pendengar.
2. Teknik Kerja Kelompok
Teknik kerja kelompok adalalah suatu cara mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang sebagi suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok. Mereka bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru.
3.   Teknik Penemuan (Discovery)
Teknik penemuan merupakan proses dimana seorang siswa melakukan proses mental yang harus mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip, yang dimaksud proses mental ialah mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan membuat kesimpulan dan lain sebagainya. Sedangkan prinsip yang dimaksud dengan prinsip ialah siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberiakn instruksi.
4.   Teknik Penyajian Tanya-Jawab
Teknik penyajian tanya-jawab ialah suatu cara untuk memberikan motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya, selama mendengarkan pelajaran atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai isi pelajaran yang sedang diajarkan guru agar dimengerti, bermanfaat dan dapat diingat dengan baik.
5.      Teknik Ceramah
Teknik ceramah ialah cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan, yaitu dimana seorang guru menularkan pengetahuannya kepada siswa secara lisan atau ceramah.
Ada banyak lagi macam- macam teknik penyajian belajar mengajar diantaranya, Simulasi, Unit Teaching, Microteaching, Sumbang Saran, Inqury, Eksperimen, Demonstrasi, Karya Wisata, Penyajian Secara Kasus, Latihan, dan lain sebagainya. Dalam keterbatasan Rumusan Masalah dan Bahan materi penulis hanya dapat menjelaskan lima dari beberapa yang menjadi teknik-teknik penyajian belajar mengajar.
 C . Hakikat Strategi Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan Belajar adalah kegiatan Primer dalam kegiatan kegiatan belajar mengajar, sedangkan Mengajar adalah kegiatan Skunder, maksudnya untuk terciptanya kegiatan belajar siswa yang optimal.
1.   Konsep dan Prinsip Belajar dan Pembelajaran
Belajar memiliki lima atribut pokok ialah [3]:
  1. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
  2. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
  3. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan. (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
  4. Supaya belajar terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip antara lain:
a.       Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
b.      Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi pembelajarannya.
c.       Aktivitas. Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif belajar.
d.      Umpan balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera menge-tahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
e.       Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
f.       Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.
Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan.



D. Model Model Pembelajaran
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry).[4]
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat dari masing-masing model pembelajaran tersebut.
A. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) atau biasa disingkat CTL merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
Dengan mengutip pemikiran Zahorik, E. Mulyasa (2003) mengemukakan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual, yaitu [5]:
  1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik
  2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
  3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: (a) menyusun konsep sementara; (b) melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain; dan (c) merevisi dan mengembangkan konsep.
  4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
  5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
B. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran merupakan salah satu model pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia (interpersonal relationship), terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif, dan menginterprestasikan suatu kejadian
Melalui bermain peran, peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara memperagakan dan mendiskusikannya, sehingga secara bersama-sama para peserta didik dapat mengeksplorasi parasaan-perasaan, sikap-sikap, nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi : (1) menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik; (2) memilih peran; (3) menyusun tahap-tahap peran; (4) menyiapkan pengamat; (5) menyiapkan pengamat; (6) tahap pemeranan; (7) diskusi dan evaluasi tahap diskusi dan evaluasi tahap I ; (8) pemeranan ulang; dan (9) diskusi dan evaluasi tahap II; dan (10) membagi pengalaman dan pengambilan keputusan.
C. Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning)
Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning) merupakan model pembelajaran dengan melibatkan peserta didik secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Dengan meminjam pemikiran Knowles, (E.Mulyasa,2003) menyebutkan indikator pembelajaran partsipatif, yaitu : (1) adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik; (2) adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian tujuan; (3) dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Pengembangan pembelajaran partisipatif dilakukan dengan prosedur berikut:
  1. Menciptakan suasana yang mendorong peserta didik siap belajar.
  2. Membantu peserta didik menyusun kelompok, agar siap belajar dan membelajarkan
  3. Membantu peserta didik untuk mendiagnosis dan menemukan kebutuhan belajarnya.
  4. Membantu peserta didik menyusun tujuan belajar.
  5. Membantu peserta didik merancang pola-pola pengalaman belajar.
  6. Membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar.
  7. Membantu peserta didik melakukan evaluasi diri terhadap proses dan hasil belajar.
D. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[6] Tujuan pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik.[7]. Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar tuntas).
Strategi belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui pengajaran remedial (pengajaran korektif).[8]
Strategi belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1) mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan “bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Di samping implementasi dalam pembelajaran secara klasikal, belajar tuntas banyak diimplementasikan dalam pembelajaran individual. Sistem belajar tuntas mencapai hasil yang optimal ketika ditunjang oleh sejumlah media, baik hardware maupun software, termasuk penggunaan komputer (internet) untuk mengefektifkan proses belajar.
E. Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction)
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional dan terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman penggunaannya untuk para guru.
Pembelajaran dengan sistem modul memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. Setiap modul harus memberikan informasi dan petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, bagaimana melakukan, dan sumber belajar apa yang harus digunakan.
  2. Modul meripakan pembelajaran individual, sehingga mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik peserta didik. Dalam setiap modul harus : (1) memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3) memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur.
  3. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar tapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain peran (role playing), simulasi dan berdiskusi.
  4. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga peserta didik dapat menngetahui kapan dia memulai dan mengakhiri suatu modul, serta tidak menimbulkan pertanyaaan mengenai apa yang harus dilakukan atau dipelajari.
  5. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pada umumnya pembelajaran dengan sistem modul akan melibatkan beberapa komponen, diantaranya : (1) lembar kegiatan peserta didik; (2) lembar kerja; (3) kunci lembar kerja; (4) lembar soal; (5) lembar jawaban dan (6) kunci jawaban.
Komponen-komponen tersebut dikemas dalam format modul, sebagai beriku:
  1. Pendahuluan; yang berisi deskripsi umum, seperti materi yang disajikan, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai setelah belajar, termasuk kemampuan awal yang harus dimiliki untuk mempelajari modul tersebut.
  2. Tujuan Pembelajaran; berisi tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai peserta didik, setelah mempelajari modul. Dalam bagian ini dimuat pula tujuan terminal dan tujuan akhir, serta kondisi untuk mencapai tujuan.
  3. Tes Awal; yang digunakan untuk menetapkan posisi peserta didik dan mengetahui kemampuan awalnya, untuk menentukan darimana ia harus memulai belajar, dan apakah perlu untuk mempelajari atau tidak modul tersebut.
  4. Pengalaman Belajar; yang berisi rincian materi untuk setiap tujuan pembelajaran khusus, diikuti dengan penilaian formatif sebagai balikan bagi peserta didik tentang tujuan belajar yang dicapainya.
  5. Sumber Belajar; berisi tentang sumber-sumber belajar yang dapat ditelusuri dan digunakan oleh peserta didik.
  6. Tes Akhir; instrumen yang digunakan dalam tes akhir sama dengan yang digunakan pada tes awal, hanya lebih difokuskan pada tujuan terminal setiap modul
Tugas utama guru dalam pembelajaran sistem modul adalah mengorganisasikan dan mengatur proses belajar, antara lain : (1) menyiapkan situasi pembelajaran yang kondusif; (2) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul atau pelaksanaan tugas; (3) melaksanakan penelitian terhadap setiap peserta didik[9].
F. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi- kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu : (1) aspek sosial di dalam kelas dan suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; (2) berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan (3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis,
Proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
  1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah : (a) kesadaran terhadap masalah; (b) melihat pentingnya masalah dan (c) merumuskan masalah.
  2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan hipotesis ini adalah : (a) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; (b) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan merumuskan hipotesis.
  3. Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah : (a) merakit peristiwa, terdiri dari : mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; (b) menyusun data, terdiri dari : mentranslasikan data, menginterpretasikan data dan mengkasifikasikan data.; (c) analisis data, terdiri dari : melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
  4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (a) mencari pola dan makna hubungan; dan (b) merumuskan kesimpulan
  5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi
Guru dalam mengembangkan sikap inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok, serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.



C.    KESIMPULAN.
Strategi belajar mengajar ialah memikirkan dan mengupayakan konsistansi aspek-aspek komponen pembentuk kegiatan sistem intruksional dengan siasat tertentu. Strategi Belajar Mengajar adalah pola-pola umum kegiatan guru – anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ada beberapa macam bentuk teknik penyajian belajar mengajar, yaitu : Teknik Diskusi , Teknik Kerja, Kelompok Teknik Penemuan (Discovery,) Teknik Penyajian Tanya-Jawab , Teknik Ceramah, Ada banyak lagi macam- macam teknik penyajian belajar mengajar diantaranya, Simulasi, Unit Teaching, Microteaching, Sumbang Saran, Inqury, Eksperimen, Demonstrasi, Karya Wisata, Penyajian Secara Kasus, Latihan, dan lain sebagainya. Dalam keterbatasan Rumusan Masalah dan Bahan materi penulis hanya dapat menjelaskan lima dari beberapa yang menjadi teknik-teknik penyajian belajar mengajar.
Dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2003) mengetengahkan lima model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan tuntutan Kurikukum Berbasis Kompetensi; yaitu : (1) Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning); (2) Bermain Peran (Role Playing); (3) Pembelajaran Partisipatif (Participative Teaching and Learning); (4) Belajar Tuntas (Mastery Learning); dan (5) Pembelajaran dengan Modul (Modular Instruction). Sementara itu, Gulo (2005) memandang pentingnya strategi pembelajaran inkuiri (inquiry)







Daftar Pustaka :
Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.
Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: RinekaCipta.
Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Yamin, Martinis. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press.




[1] Udin S. Winataputra, dkk. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka
    hlm 21

[2] W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar Jakarta :. Grasindo.hlm 45

[3] Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru hlm 76
[4] E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung :     P.T.Remaja Rosdakarya.
[5]  Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya. Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia

[6] Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Media Prenada, hlm. 79
[7] Nasution. S. 2005. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara,hlm  157.

[8] Yamin, Martinis. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada Press, hlm. 141.

[9] Ibrahim R, Syaodih S Nana. 2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 79.