Pages

Wednesday 28 September 2011

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya.
Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar. 2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup ( long life education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
“ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :
1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
1) Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2) Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3) Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

Thursday 24 February 2011

POLA ATAU MODEL PEMANFAATAN MEDIA AUDIO UNTUK PEMBELAJARAN DAN LANGKAH-LANGKAHNYA


Dengan mempelajari uraian materi dalam kegiatan ini diharapkan Anda dapat memahami sekaligus mengajarkan materi yang berhubungan dengan:

1. Pola atau model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran, dan
2. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media Audio.
Sebagai media pembelajaran, ada beberapa model atau pola pembelajaran yang bisa diterapkan dalam memanfaatkan media audio. Dari beberapa model tersebut ada 3 model utama yang perlu diketahui yaitu,
1.    model terintegrasi dengan media cetak,
2.    model terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas
3.    model dimanfaatkan secara berdiri sendiri sebagai media audio interaktif.
Untuk model pertama dan ketiga dapat dimanfaatkan secara individual maupun secara kelompok. Tempat pemanfaatannya bisa di mana saja dan kapan saja tergantung kebutuhan. Sedangkan untuk model kedua pemanfaatannya diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas
Ada beberapa model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran. Salah satunya ialah
terintegrasi dengan media cetak (buku/modul)

1.      Terintegrasi dengan media cetak (buku/modul)

Pemanfaatannya dintegrasikan dengan cetak (bisa berupa modul/buku atau media cetak lainnya.Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal, peserta didik dituntut harus sabar dan teliti, karena peserta didik harus bolak-balik antara mematikan audio untuk melihat ke modulnya atau menutup modul kembali memutar dan menyimak audionya. Bahkan antara menyimak modul dan mendengarkan audio kadang- kadang harus dilakukan secara bersama-sama. Sebagai contoh ketika ia membaca wacana, maka disamping mencermati kalimat-kalimat yang ada di modul, ia juga harus mendengarkan program audionya.
Pengitegrasiaannya bisa secara murni (pure), tetapi bisa juga semi terintegrasi. Pengitegrasian secara murni artinya antara modul dengan media audionya merupakan satu kesatuam bahan pembelajaran yang tidak dapat di pisah-pisahkan. Peserta didik harus memiliki dan memanfaatkan keduanya secara terintegrasi dalam proses pembelajarannya. Keduanya tidak bisa dimanfaatkan secara berdiri-sendiri, melainkan harus secara terintegrasi.
Untuk pengitegrasian yang sifatnya murni mayoritas materi pembelajaran ada di
media audio.  Materi yang ada di media audio (misalnya untuk pelajaran bahasa Inggris) meliputi: cara membaca wacana (reading), Vocabulary, listening, speaking, latihan-latihan, umpan balik hasil latihan dan penjelasan tata bahasa (grammar). Sedangkan materi yang ada di media cetak meliputi: Tujuan pembelajaran, petunjuk pembelajaran, wacana, daftar kata (vocab), tata bahasa (gramar), petunjuk mengerjakan soal, jika diperlukan lembar jawaban soal dan lembar kerja siswa (LKS).
Peserta didik dapat memanfaatkannya secara individual atau kelompok. Jika dimanfaatkan secara individual peserta didik dituntut untuk lebih mampu belajar secara mandiri artinya ia dituntut harus disiplin dalam mengatur dirinya sendiri serta dituntut untuk mampu mencari jawaban sendiri atas permasaslahan yang diketemui ketika ia sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran
Sedangkan pengitegrasian yang sifatnya semi terintegrasi, seluruh materi pembelajaran (termasuk tujuan, petunjuk belajar dan lain-lain) tertulis di modul. Materi-materi tertentu yang memerlukan media audio seperti cara membaca wacana (untuk pelajaran bahasa Inggris) atau suara-suara berbagai jenis binatang (untuk pelajaran IPA – Biologi), bunyi nada (untuk pelajaran menyanyi), intonasi dalam pembacaan puisi (untuk pelajaran Bahasa Indonesia) dan lain-lain direkam dalam kaset audio. Ketika peserta didik membutuhkannya baru memutar kasetnya
Ada beberapa model pemanfaatan media Audio untuk pembelajaran. Salah satunya ialah
mengiintegrasikan media Audio ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

2.      Terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas.
Pemanfaatannya langsung diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Materi-materi tertentu yang memerlukan bantuan media audio (seperti bunyi nada, suara-suara binatang,, cara melafalkan suatu kata dan lain-lain direkam ke dalam program audio
Praktek pemanfaatannya sepenuhnya diserahkan kepada guru. Oleh karena itu guru bisa mengatur skenario kegiatan pembelajaran sebagai berikut: guru menjelaskan seluruh materi pembelajaran hingga selesai baru memutar program Audio atau guru memutar program Audionya terlebih dahulu baru memberikan penjelasan atau secara selang-seling antara penjelasan guru dengan pemutaran media Audio.
Dalam model ini guru memiliiki peranan sentral, artinya keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat tergantung pada guru.
Disamping sebagai sumber belajar, guru sekaligus merangkap sebagai operator dan fasilitator.
Pertanyaan-pertanyaan dari peserta didik (umpan balik) langsung memperoleh
tanggapan dari guru ataupun dari teman-temannya

  1. Model Pembelajaran Interaktif
Dalam model ini, melalui media Audio peserta didik diajak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran, meskipun ajakan untuk ikut partisipasi tersebut sebenarnya hanyalah bersifat maya (semu).
Dengan model interaktif seolah-olah terjadi komunikasi dua arah antara peserta didik dengan narator yang membawakan materi pembelajaran dalam media audio.
Ajakan untuk ikut berpartisipasi aktif tersebut dilakukan misalnya dengan meminta peserta didik untuk melakukan kegiatan menghitung, menulis, menirukan ucapan atau melafalkan, menjawab pertanyaan yang ditulis dalam buku catatan, membuat karangan singkat, bertanya kepada ayah/ibu/saudara, mengamati lingkungan sekitar, melihat koran/majalah, melihat buku pelajaran yang ditunjukkan judul bukunya berikut penulis-penerbit dan halamannya dan lain-lain. Ajakan untuk ikut berpartisipasi aktif bisa juga dilakukan dengan menanyakan berita penting yang terjadi pada hari itu misalnya yang dibaca dari koran, yang ditonton dari TV, yang didengar dari radio atau yang didengar dari orang tua, teman, saudara dan lain-lain.
Dalam model interaktif umpan balik diberikan oleh media Audio itu sendiri, peserta didik dimita untuk mencocokkan jawabannya dengan jawaban-jawaban yang diberikan melalui media Audio. Oleh karena itu peserta didik dituntut untuk aktif.

Model interaktif cocok untuk kegiatan pembelajaran baik yang bersifat individual maupun kelompok. Namun jika pemanfaatannya secara individual, maka peserta didik dituntut untuk lebih aktif mencari solusi sendiri atas persoalan-persoalan yang mereka temui.

Dalam model ini peran peserta didik sangat menonjol sementara peran guru tidak terlalu sentral. Namun demikian guru tetap dituntut untuk memberikan penilaian atas hasil pekerjaan siswa (peserta didik).

Dalam langkah persiapan ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pendidik atau guru, yaitu:
1.      Siapkan mental peserta didik agar mereka dapat berperan serta secara aktif. Oleh karena itu paling lambat sehari sebelumnya hal itu (rencana kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan media Audio ataupun Radio) harus sudah diberitahukan kepada peserta didik.
2.      Pastikan bahwa peralatan yang akan digunakan untuk menampilkan program (Radio,/Radio Tape/CD Player/Komputer/Radio Satelit/iPod/Zune), dapat ber-fungsi dengan baik.
3.      Jika memanfaatkan media Radio, pastikan bahwa jadwalnya sudah jelas dan topik
4.      yang akan disiarkan sesuai dengan topik yang akan dibahas.
5.      Jika memanfaatkan media Audio, pastikan bahwa topik yang akan dibahas tersedia kasetnya/CD/MP3/Flash dan usahakan Anda selaku guru telah mempreviunya terlebih dahulu sebelum menyajikan untuk kepentingan pembelajaran.
6.      Pastikan bahwa di ruangan tempat kegiatan pembelajaran tersedia power listrik yang
7.      dibutuhkan untuk memutar program. 
8.      Ruangan hendaknya sudah diatur sedemikian rupa (cahaya, ventilasi, pengaturan tempat duduk, ketenangan dan lain-lain) sehingga peserta didik dapat mengikutinya dengan nyaman.
9.      Jika memerlukan LKS atau Bahan Penyerta, pastikan bahwa keduanya telah  tersedia dengan jumlah yang mencukupi.

Pada langkah pelaksanaan hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

1.      Jika memanfaatkan media radio arahkan posisi radio pada gelombang stasiun radio
2.      yang akan dituju dan tombol siap untuk di “on” kan.
3.      Jika menggunakan media Audio usahakan posisi penyimpan file (Kaset/CD/DVD/MP3/ Flash dan lain-lain) sudah berada di tempat pemutarnya dan tinggal menekan tombol “Play” atau “On”.
4.      Usahakan peserta didik sudah berada tempat kegiatan pembelajaran (standby) setidaknya 15 menit sebelum kegiatan pembelajaran dimulai dengan alat tulis, modul/buku, LKS dan kelengkapan belajar lainnya.
5.      Jelaskan kepada mereka tentang jenis matapelajaran, topik yang akan dibahas dan
6.      tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
7.      Mintalah siswa untuk memperhatikan baik-baik terhadap materi pembelajaran yang akan disampaikan melalui media Radio/Audio, mencatat bagian-bagian yang dianggap penting serta mengikuti berbagai instruksi (perintah) yang akan disampaikan lewat media Radio/Audio seperti memberikan jawaban singkat, menirukan, menuliskan, menghitung, menyimpulkan dan lain-lain.
8.      Putarkan program (Radio/Audio) dengan memutar atau memencet tombol “play”.
9.      Usahakan suasana tetap tenang/kondusif selama pemutaran program media
10.  Perhatikan dan catat berbagai reaksi peserta didik selama mereka mengikuti
11.  kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan program Audio/Radio.
12.  Disamping sebagai nara sumber, pendidik juga sekaligus sebagai fasilitator. Oleh karena itu, dalam hal ini pendidik juga berkewajiban untuk memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik dan maksimal.
13.  Setelah pemutaran program selesai matikanlah alat pemutar, dan mintalah siswa untuk tetap tenang di tempatnya masing-masing dan siap untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
14.  Jika ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab peserta didik atau tugas-tugas singkat yang harus mereka kerjakan selama mendengarkan program, mintalah peserta didik untuk mengumpulkan lembar jawaban atau lembar tugas tersebut.
Pada langkah tindak lanjut hal-hal yang harus dilakukan antara lain:

a.       Mintalah peserta didik untuk menceriterakan ringkasan materi pembelajaran yang
b.      berhasil mereka serap selama mendengarkan program media radio/audio
c.       Mintalah peserta didik untuk menanyakan berbagai hal yang dianggap sulit (yang berhubungan dengan materi pembelajaran yang baru saja mereka pelajari melalui media radio/audio)
d.      Sebelaum Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik, terlebih dahulu berikan kesempatan kepada sesama peserta didik untuk mendiskusikan jawabannya. Peran pendidik di sini adalah sebagai fasilitator.
e.       Jika seluruh pertanyaan sudah berhasil dijawab oleh teman-teman sesama peserta, maka Anda tidak perlu menjawabnya lagi. Tugas Anda sebatas menjawab pertanyaan- pertanyaan yang belum terjawab selama berlangsung-nya diskusi.
f.       Berikan tes untuk mengukur tingkat keberhasilan peserta didik dalam mengikuti kegiatan
g.      pembelajaran melalui pemanfaatan Radio/Audio.
h.      Jika ada tugas-tugas atau PR yang harus dikerjakan, sampaikanlah sebelum peserta
i.        didik meninggalkan tempat.

PENUTUP
Melalui tulisan ini, nyatalah bahwa banyak sumber belajar yang dapat kita manfaatkan. Dari
yang sifatnya rekaman sederhana sampai rekaman yang disiarkan melalui jagad maya.
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang begitu pesat pada saat ini mau tidak mau, setuju atau tidak setuju tentu akan membuka cakrawala pemikiran kita bahwa di jagad maya terdapat beraneka macam jenis informasi atau sumber belajar yang tidak terbatas jumlahnya. Tentu kita semua akan setuju jika penulis katakan bahwa kita harus memanfaatkan beraneka ragam informasi yang tersebar di jagad maya tersebut sebagai sumber belajar setelah melalui seleksi yang didasarkan kepada kebutuhan pembelajaran, pertimbangan moral, agama dan lain, dan lain-lain
Audio maupun radio merupakan salah satu komponen TIK yang berbasis suara/ bunyi yang sangat effektif dan sangat membantu para pendidik jika dimanfaatkan sebagai media pembelajaran.
Oleh karena itu penulis berharap kepada kepada pihak-pihak yang berkepenting - an (khususnya para pendidik dan para pemangku kepentingan pendidikan) untuk mau memanfaatkan potensi Audio dan Radio untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Koesnandar, Drs. M.Pd. “Dasar-Dasar Program Audio”, Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999.

Komunitas Teknologi Informasi Indonesia”,http://indocommiit.com
Internet Radio”,http://en.wikipedia.org/wiki/internet_rqdio 4/18/2008 2.20 PM
“Rivalitas zune dan iPod”,http:// fistonita.net
Romi Satria Wahono,Mengenal Radio Internet,http://RomiSatriaWahono.Net February 4th, 2006
WAV: Waveform Audio Format,http://id. wik ipedia.org/ wiki/WAF/
Audio Digital,http://id.wikipedia.org/wiki/Audio digital/
iPod,http://id. wiki pedia.org/ wik i/iPod/
Waldopo Drs. M.Pd. “Teknik Menulis Naskah Untuk Program AudioPembelajaran”, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Komunikasi Pendidikan, Jakarta, 2006.
------- Pemanfaatan Media Audio dan Radio Untuk Pendidikan,
Pusat Teknologi Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
2003












SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA REFORMASI



A. Pendahuluan

            Pendidikan merupakan faktor penting yang mempunyai andil besar dalam memajukan suatu bangsa, bahkan peradaban manusia. Tujuan pendidikan itu merupakan tujuan dari negara itu sendiri. Pendidikan yang rendah dan berkualitas akan terus mengundang para penjajah, baik penjajahan secara fisik maupun non fisik, seperti penjajahan intelektual, pemikiran, ekonomi, sosial, politik dan agama.[1] Hal ini senada dengan ungkapan “kebodohan bukanlah karena penjajahan tetapi kebodohanlah yang mengundang penjajah”.
            Bangsa Indonesia merdeka setelah proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ialah terbebasnya suatu bangsa dari belenggu penjajahan. Bangsa yang sudah merdeka dapat leluasa mengatur laju bangsa dan pemerintahan untuk mencapai tujuannya. Benarkah demikian?
            Kemerdekaan tidak sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan negara. Kemerdekaan politik sesudah masa penjajahan oleh pemerintah Jepang dan Belanda itu lebih mudah dicapai dibandingkan dengan rekonstruksi kultural masyarakat dan renovasi system pendidikan kita, khususnya pendidikan Islam.
            Mengamati perjalanan sejarah pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda dan Jepang sungguh menarik dan memiliki proses yang amat panjang. Belanda yang menduduki Indonesia selama 3 ½ abad dan Jepang selama 3 1/ 2 tahun meninggalkan kesengsaraan, mental dan kondisi psikologis yang lemah. Dengan misi gold, glory dan gospelnya mereka mempengaruhi pemikiran dan iedeologi dengan doktrin-doktrin Barat.[2] Akan tetapi kita sepatutnya bangga dengan perjuangan para tokoh Muslim pada masa itu yang berupaya sekuat tenaga untuk mengajarkan Islam dengan cara mendirikan lembaga – lembaga pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren, majlis taklim dan sebagainya. Dari lembaga inilah kemudian lahir tokoh-tokoh muslim yang berperan besar dalam mewujudkan kemerdekaan dan membela risalah Islam. Materi yang dipelajari menggunakan referensi dan kitab-kitab kuning berbahasa Arab seperti safinah, Bulughul Marom, dan sebagainya selain itu ilmu jiwa, ilmu hitung pun dipelajari. Pada saat itu disamping menuntut ilmu mereka harus berjuang melawan penjajah.[3]
            Itulah sekilas tentang pendidikan Islam pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Setelah merdeka, bangsa Indonesia merasa mampu menghirup angin segar di negerinya sendiri karena telah terlepas dari penjajahan. Akan tetapi, sikap, watak dan mental bangsa yang terjajah akan menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan negara, khususnya pendidikan Islam di Indonesia.

B. Rumusan masalah
  1. Bagaimana Pendidikan Islam Pada masa Reformasi?
  2. Bagaimana Pendidikan Islam pada masa Depan?
  3. Apa Tujuan Setiap Jenjang Pendidikan Islam pada Masa reformasi?

C. Pembahasan

1. Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Program peningkatan mutu pendidikan yang ditargetkan oleh pemerintah Orde Baru akan mulai berlangsung pada Pelita VII terpaksa gagal, krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
            Dalam bidang pendidikan kabinet reformasi hanya melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yang sudah dimulai sejak tahun 1994 serta melakukan perbaikan sistem pendidikan agar lebih demokratis.[4] Tugas jangka pendek Kabinet Reformasi yang paling pokok adalah bagaimana menjaga agar tingkat partisipasi pendidikan masyarakat tetap tinggi dan tidak banyak yang mengalami putus sekolah.
            Dalam bidang ekonomi, terjadi krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat berat. Sehingga terpaksa harus memangkas program termasuk didalamnya program penyetaraan guru-guru dan mentolerir terjadinya kemunduran penyelesaian program wajib belajar 9 tahun. Sekolah sendiri mengalami masalah berat sehubungan dengan naiknya biaya operasional di suatu pihak dan makin menurunnya jumlah masukan dari siswa. Pembangunan di bidang pendidikan pun mengalami kemunduran.
Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan sebagaimana tersebut di atas.
            Semua hal diatas adalah faktor penyebab dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Islam. Semua itu sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya retrospeksi atas kegagalan tersebut.
            Yang harus disadari adalah lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi jalannya pembangunan di negeri ini terlepas dari berbagai anggapan tentang pendidikan yang ada sekarang, harus diingat bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah banyak melahirkan putera puteri bangsa yang berkualitas.
            HM. Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini pendidikan Islam, baik secara kelembagaan maupun inspiratif, memilih model yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakikat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin yang sejati, mempunyai kualitas moral dan intelektual.[5]
            Selama ini banyak dijumpai pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, terlalu kuat mempertahankan model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu sendiri.[6] Tapi, pada saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari:
a. Religius skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil, ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sector pembangunan.
b. Religius Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu melakukan pengendalian sosial (sosial control)
c. Religius intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.[7]

2. Pendidikan Islam Masa Depan
Prospek pendidikan Islam pada masa mendatang, harus pula dikaji dan diteropong melalui lensa realitas pendidikan islam di Indonesia yang ada pada hari ini. Melihat kendala yang dihadapi oleh pendidikan nasional, minimal telah terpantul sinar yang juga menggambarkan tentang kondisi pendidikan Islam di Indonesia pada masa kini. Adapun kendala tersebut berupa:
a. Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang berlogo Islam.
b. Kurang berkualitasnya guru, yang dimaksud disini adalah kurang kesadaran professional, kurang inofatif, kurang berperan dalam pengembangan pendidikan, kurang terpantau.
c. Belum adanya sentralisasi dan disentralisasi.
d. Dualisme pengelolaan pendidikan yaitu antara Depag dan Depdikbud.
e. Sisa-sisa pendidikan penjajahan yang masih ditiru seperti penjurusan dan pemberian gelar.
f. Kendali yang terlalu ketat pada pendidikan tinggi.
g. Minimnya persamaan hak dengan pendidikan umum
h. Minimnya peminat sekolah agama karena dipandang prospeknya tidak jelas.
Beberapa strategi yang perlu dicanangkan untuk memprediksi pendidikan Islam masa depan adalah sebagai berikut.

1. Strategi sosial politik
Menekankan diperlukannya merinci butir-butir pokok formalisasi ajaran Islam di lembaga-lembaga negara melalui upaya legal formalitas yang terus menerus oleh gerakan Islam terutama melalui sebuah partai secara eklusif khusus bagi umat Islam termasuk kontrol terhadap aparatur pemerintah. Umat Islam sendiri harus mendidik dengan moralitas Islam yang benar dan menjalankan kehidupan islami baik secara individu maupun masyarakat.
2. Strategi Kultural
Dirancang untuk kematangan kepribadian kaum muslimin dengan memperluas cakrawala pemikiran, cakupan komitmen dan kesadaran mereka tentang kompleksnya lingkungan manusia.
3. Strategi Sosio cultural
Diperlukan upaya untuk mengembangkan kerangka kemasyarakatan yang menggunakan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.

3. Tujuan Pendidikan Agama Islam Berdasarkan Jenjang Pendidikan
a. Tujuan untuk jenjang pendidikan MI /SD dan MTS / SLTP meliputi;
1. Tumbuhnya keimanan dan ketaqwaan dengan mulai belajar Al-Qur’an dan praktek-praktek ibadah secara verbalistik dalam rangka pembiasaan dan upaya penerapannya.
2. Tumbuhnya sikap beretika melalui keteladanan dan penanaman motifasi.
3. Tumbuhnya penalaran (mau belajar, ingin tahu senang membaca, memiliki inofasi, dan berinisiatif dan bertanggung jawab).
4. Tumbuhnya kemampun berkomunikasi sosial.
5. Tumbuh kesadaran untuk menjaga kesehatan.

b. Tujuan pendidikan pada jenjang MA/SLTA meliputi:
1. Tumbuhnya keimanaan dan ketaqwaan dengan memiliki kemampuan baca tulis Al-qur’an dan praktek-praktek ibadah dengan kesadaran dan keikhasan sendiri.
2. Memiliki etika.
3. Memiliki penalaran yang baik.
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi sosial.
5. Dapat mengurus dirinya sendiri.
Tujuan Pendidikan Tingkat Tinggi didalam penguasaan ilmu pendidikan dan kehidupan praktek ibadahnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi telah memiliki kemampuan untuk menyebarkan kepada masyarakat dan menjadi teladan bagi mereka.
D. Kesimpulan
Sejarah pendidikan pada masa Reformasai dimulai sejak berakhirnya masa orde Baru yang dipimpim oleh Soeharto. Lengsernya Soeharto dari kepresidenan pada tahun 1998 menjadi tonggak dimulainya pendidikan islam pada masa reformasi.
Pada masa ini pendidikan Islam sudah memiliki jenjang yng baku seperti Madrasah Ibtidaiyyah untuk tingkatan dasar. Madrasah Tsanawiyyah untk tingkatan menengah pertama dan Madrsah Aliyah untuk tingkatan menengah atas.
 Beberapa hal yang menyebabkan program pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan belum terpenuhi secara maksimal.
1. Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2. Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum mendapatkan pos yang strategis.
3. Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa pembangunan ini.
4. Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak berurutan secara tertib
Daftar Pustaka :
Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti Jakarta, 1978
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Logos,           Jakarta, 1999
H. Amin haedari, Transformasi Pesantren: LeKDis, Jakarta, 2006
I Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung 1979
Prof. H. mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakary Agung, 1985
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta. 1986








[1] Prof. H. mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Hidakary Agung, 1985, hlm. 45
[2] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta. 1986, hlm. 134
[3] I Djumhur, Sejarah Pendidikan, CV Ilmu, Bandung 1979, hlm. 176
[4] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999) hlm. 103
[5] Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Dharma Bhakti, Jakarta 1978, hlm. 54
[6] H. Amin haedari, Transformasi Pesantren, LeKDis, Jakarta, 2006, hlm. 45
[7] Ibid