Pages

Friday 1 June 2012

NIKAH DAN PERMASALAHANNYA

I. Pendahuluan

Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.

Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.

Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, “Yadullahifawqaaydihim”.


            Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.

Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian, berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya : “Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian perjanjian yang berat “Mitsaqon gholizho”.” (Q.S An-Nisaa’ : 21).

 

 

1

II. Permasalahan

A.    Rukun dan Syarat Sah Nikah

B.     Perwalian Nikah(Wali Nikah) Urutan-Urutannya dan Jenis Macamnya

C.     Al-Mukaramah (wanita Yang Haram dinikahi)

D.    Putus Perkawinan dan Akibat-akibatnya

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

III. Penbahasan

A. Rukun dan syarat sah nikah

Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan menyebabkan timbulnya sisa rukun yang lain.
o Ijab: ucapan yang terlebih dahulu terucap dari mulut salah satu kedua belah pihak untuk menunjukkan keinginannya membangun ikatan.
o Qabul: apa yang kemudian terucap dari pihak lain yang menunjukkan kerelaan/ kesepakatan/ setuju atas apa yang tela siwajibkan oleh pihak pertama.
a. Dari shighah ijab dan qabul, kemudian timbul sisa rukun lainnya, yaitu:
o Adanya kedua mempelai (calon suami dan calon istri)
o Wali
o Saksi
b. Shighah akad bisa diwakilkan oleh dua orang yang telah disepakati oleh syariat, yaitu:
o Kedua belah pihak adalah asli: suami dan istri
o Kedua belah pihak adalah wali: wali suami dan wali istri
o Kedua belah pihak adalah wakil: wakil suami dan wakil istri
o Salah satu pihak asli dan pihak lain wali
o Salah satu pihak asli dan pihak lain wakil
o Salah satu pihak wali dan pihak lain wakil
c. Syarat-syarat Nikah
Akad pernikahan memiliki syarat-syarat syar’i, yaitu
terdiri dari 4 syarat:
o Syarat-syarat akad
o Syarat-syarat sah nikah
o Syarat-syarat pelaksana akad (penghulu)
o Syarat-syarat luzum (keharusan)
3

1. Syarat-syarat Akad
a). Syarat-syarat shighah: lafal bermakna ganda, majelis ijab qabul harus bersatu, kesepakatan kabul dengan ijab, menggunakan ucapan ringkas tanpa menggantukan ijab dengan lafal yang menunjukkan masa depan.
b). Syarat-syarat kedua orang yang berakad:
± keduanya berakal dan mumayyiz
± keduanya mendengar ijab dan kabul , serta memahami maksud dari ijab dan qabul adalah untuk membangun mahligai pernikahan, karena intinya kerelaan kedua belah pihak.
c). Syarat-syarat kedua mempelai:
o suami disyaratkan seorang muslim
  • istri disyaratkan bukan wanita yang haram untuk dinikahi, seperti; ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari bapak dan dari ibunya.
o disyaratkan menikahi wanita yang telah dipastikan kewanitaannya, bukan waria.
2. Syarat-syarat Sah Nikah
a). Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami
b). Kesaksian atas pernikahan
³ keharusan adanya saksi
³ waktu kesaksian, yaitu kesaksian arus ada saat pembuatan akad
³ Hikmah adanya kesaksian
Pernikahan mengandung arti penting dalam islam, karena dapat memberi kemaslahatan dunia dan akhirat. Dengan demikian ia harus diumumkan dan tidak disembunyikan. Dan cara untuk mengumumkannya adalah dengan menyaksikannya.
4
3. Syarat-syarat saksi
a. Berakal, baligh, dan merdeka
b. Para saksi mendengar dan memahami ucapan kedua orang yang berakad
c. Jumlah saksi, yatu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dan dua orang
d.  Islam
e. Adil
c). Lafal (Shighah) akad perkawinan bersifat kekal
Demi keabsahan akad nikah, shighah disyaratkan untuk selamanya (kekal) dan tidak bertempo (nikah mut’ah).
4. Syarat-syarat Pelaksana Akad (Penghulu)
Maksudnya ialah orang yang menjadi pemimpin dalam akad adalah orang yang berhak melakukannya.
a). Setiap suami istri berakal, baligh, dan merdeka
b). Setiap orang yang berakad harus memiliki sifat syar’I : asli, wakil, atau wali dari salah satu kedua mempelai.
4. Syarat-syarat Luzum (Keharusan)
a). Orang yang mengawinkan orang yang tidak memiliki kemampuan adalah orang yang dikenal dapat memilihkan pasangan yang baik, seperti keluarga atau kerabat dekat.
b). Sang suami harus setara dengan istri
c). Mas kawin harus sebesar mas kawin yang sepatutnya atau semampunya.
d). Tidak ada penipuan mengenai kemampuan sang suami.
e).Calon suami harus bebas dari sifat-sifat buruk yang menyebabkan diperbolehkannya tuntutan perpisahan (perceraian).

d. Macam akad nikah
5

Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun haram, hal ini disebabkan karena :

I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :

a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,

b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah tangga.

II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.


III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai kesanggupan menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi, tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah tangga.

IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.

Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.

Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.

Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.

 

6

Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam mengarungi bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita dengar.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Ruum : 21)

Keterangan :

- Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan), yaitu mempunyai ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani, dll. Serta masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah tangga, dan istri sebagai wakilnya.
Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.

- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat    pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.

- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada.

- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.


Tapi mengapa banyak sekali rumah

7

tangga yang hancur berantakan padahal Allah telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan pada sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.

Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.

“Perjanjian Berat” Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan tanggung jawab dari orang tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami istri dan masyarakat.

Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali terhadap seorang wanita yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi wanita tersebut, antara lain:

1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir maupun batin,

2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang selayaknya,

3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,

4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan istrinya



Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga yang akan menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya (suami sebagai imam).

Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya untuk menjalankan misi yang mulia.

Bismillahirrochmaanirrochiim.

8

1. Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (An-Nisaa’ : 1)

2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui. (An-Nuur : 32)

3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah menjaga kesucian(dari)nya. Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya. (An-Nuur : 33)

4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)

5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)

6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari padanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata “Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Al-A’raaf :189)

7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada sisiNya ada ukurannya. (Ar-Ra’d : 8)

8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapapun yang Dia

9

kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki) dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura : 49-50) Rukun & Syarat Nikah

 

B. Perwalian nikah (wali nikah) urutan-urutannya dan jenis macamnya

a. Wali nikah

Pernikahan tidak dapat dilaksanakan jika tidak ada wali. Adapun yang dimaksud dalkam pernikahan adalah wali dari pihak perempuan yang melaksanakan akad nikah dengtan pengantin laki-laki.

b. Syarat- wali dan dua skasi

wali dan saksi bertanggung jawab atas sahnya akad pernikahan. Oleh karena itu tidak semua orang dapat diterima menjadi wali / saksi,tetapi hendaklah orang-oarng yang memiliki sifat berikut:

1.      Islam

2.      Baligh

3.      Berakal

4.      Merdeka

5.      Laki-laki

6.      Adil

c. Macam dan tingkatan wali

Wali yang akan melaksanakan akad nikah ada dua macam, yaitu sebagai     berikut:

1.      Wali nasab

Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah/ keturunan dengan perempuan yang akaan dinikahkan.

10

Wali nsab ditinjau dari dekat dan jauhnyadeangan mempelai wanita dapat dibagi menjadi dua , yaitu wali akrab (lebih dekat hubungannya dengan mempelai wanita) dan wali ab’ad (lebih jauh hubungan nya dengan mempelai wanita).

Dibawah ini susun wali nasab menurut urutan haknya:

a.       Ayah

b.      Kakek dari pihak bapak terus keatas

c.       Saudara laki-laki kandung

d.      Saudra laki-laki sebapak

e.       Anak laki-laki saudara laki-laki kandung

f.       Anak laki-laki saudra laki-laki sebapak

g.      Paman (saudara bapak) sekandung

h.      Anak laki-laki dari paman kandung

i.        Anak laki-laki dari paman sebapak

j.        Hakim

2.      Wali hakim

Wali hakim, yaitu kepala Negara yang beragama islam. Di Indonesia pelaksanaannya dikuasakan kepada menteri agamayang selanjutnya dikuasakan kepada para pegawai pencatat nikah untuk bertindak sebagai wali hakim.

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud deangn wali hakim bukan hakim pengadilan. Meskipun demikian hakim pengadilan (dalam hal ini pengadilan agama) dimungkinkan juga bertindak menjadi wali hakim apabila diberi kuasa

Dari kepala negara malalui menteri agama.

Adapun sebab-sebab berpindahnya wali nasab kewali hakim. Adalah pabila wali nasab:

a.       Tidak ada tempat

b.      Sedang dipenjara atau dalam tugas

c.       Sedang ihram haji atau umrah

d.      Hilang

11

3.      Wali Muhakkam

Apabila wali nasab tidak dapat bertindak sebagai wali karena tidak memenuhi syarat atau menolak dan juga wali hakim pun tidak dapat bertindak sebagai pengganti wali nasab karena berbagai macam sebab. Untuk ememnuhi syarat sahnya nikah, maka mempelai yang bersangkutan dapat mengangkat seseorang menjadi walinya.

Wali yang diangkat oleh mempelai yang bersangkutan disebut wali muhakkam. Sebagai contoh, seorang laki-laki beragama islam menikah dengan seorang beragama kristenn tanpa persetujuan orang tuanya. Biasanya yang berweang sebagai wali apabila orang tua mempelai tidak memberi kuasa. Dalam hal ini agar perkawinan sah menurut hokum islam mempelai perempuan dapat mengangkat wali muhakkam.

Wali nikah bila dilihat dari kekuasaan untuk menikahkan perempuan dikenal dengan wali mujbir, yaitu ayah dan kakak berhak penuh untuk menukahkan putrid atau cucunya yang masih gadis tanpa izin kepadanya. Adapun kepada seorang janda maka wali tidak mempuyai hak ijbar(memaksa) lagi tetapi diajak bermusyawarah.

 

C. Mahram (Wanita yang haram dinikahi)

Tidak semua wanita boleh dinikahi seorang pria, karena memang ada wanita yang tidak boleh dinikahi yang  disebut dengan “mahram” atau lebih dikenal dengan sebutan “muhrim”.

Mahram ini ada dua macam yaitu: mahram muabbad (haram untuk selamanya) dan mahram ghoiru muabbad (haram dinikahi sementara). Hal ini akan dijabarkan dalam pembahasan berikut ini:

 

a.       Sebab-sebab wanita menjadi haram untuk dinikahi selamnya

1.      sebab hubungan darah / keturunan / nasab

12

a.       Ibu

b.      Anak perempuan

c.       Saudara perempuan bapak

d.      Saudara perempuan ibu

e.       Anak perempuan saudara laki-laki

f.       Anak perempuan saudara perempuan

2.      Sebab hubungan pernikahan / sementara / musharahah mereka dalah sebagai berikut:

a.       Mertua perempuan termasuk mertua tiri

b.      Anak tiri, jika istri (ibunya) telah decampuri

c.       Bekas menantu perempuan

d.      Bekas ibu tiri

3.      Sebab hubungan persusuan / radla’ mereka adalah sebagai         berikut:

a.       Perempuan yang menyusui (ibu susuan)

b.      Saudara perempuan sesusuan baik saudara sekandung, maupun saudara sesususan seayah ataupu seibu. Allah SWT berfirman:

“kamu diharankan (menikahi) ibu-ibumu yang menyusukanmu dan saudara-saudara perempuan” (QS. An-Nisa’: 23)

Selain itu ibu susuan dan sudara susua, pertalian susuan juga mengakibatkan haram menikah sesusuan, pertalian sesusuan juga menagakibatkan haramnya pernikahan dengan:

1.      Saudara perempuan ibu susuan (baik sekandung, seayah maupun    seibu)

2.      Saudara perempuan ayah sususan ( baik sekandung, seayah maupun seibu)

3.      Anak perempuan saudara perempuan sesusuan

4.      Anak  perempuan sudara laki-laki sesusuan 

                       13

c.       Sebab-sebab wanita yang haram untuk dinikahi sementara

Seoarang menjadi haram dinikahi untuk sementara yang akan dinikahi seorang laki-laki dalam waktu tertentu karena sebab- sebab tertentu. Jika sebab-sebab itu tidak ada lagi, perempuan tersebut boleh dinikahi, sebab-sebab tersebut adalah pertalian nikah talak bain kubra ( perceraian sudah tiga kali ) memadu dua orang perempuan bersudara, berpoligami lebih dari empat orang, dan perbedaan agama.

Dibawah ini, aka dijelaskan satu persatu secara singkat.

1.      Sebab pertalian nikah

Perempuan yang ,masih ada dalam ikatan pernikahan, haram menikah dengan laki-laki lain, termasuk perempaun yang masih berada dalam masa iddah, baik iddah talak maupun iddah wafat.

“jangan kamu bertekat untuk melangsungkan akad nikah dengan perempuan dalam iddah wafat, sebelum iddahnya habis”(QS. Al-Baqrah: 235)

2.      Sebab talaq bain qubro

Talaq bain qubra adalah talaq tiga. Seorang laki – laki yang menceraikan istri dengan talaq tiga, haram baginya untuk menikah dengan mantan istrinya itu selama mantan istrinya itu belum kawin dengan laki – laki lain. Jelasnya, ia boleh menikah lagi dengan mantan istrinya tersebut dengan syarat mantan istri itu :

a.       Telah menikah dengan laki – laki lain ( suami ke- 2).

b.      Telah benar – benar dicampuri suami ke- 2

c.       Telah dicerai suami ke- 2 secara wajar ( bukan denagan paksa, direkayasa atau tahu sam tahu  ).

d.      Telah habis idah talaq dari suami ke- 2.

Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara

14

 

3.      Seorang laki- laki yang ada pertali nikah dengan seorang perempuan ( termasuk dalam masa iddah talaq raj’I ) haram baginya menikah dengan perempuan berikut ini ;

a.       Saudra perempuan istri, baik kandung, seayah maupun seibu.

b.      Saudara perempuan ibu istrinya ( bibi istrinya ), baik kandung, seayah atau seibu dengan ibu istrinya.

c.       Saudara perempuan bapak istrinya ( bibi istrinaya ) baik kandung, seayah maupun seibu dengan bapak istrinya.

d.      Anak permpuan saudara perempuan istrinya baik kandung, seayah maupun seibu.

e.       Semua anak perempuan saudara laki – laki istrinya, baik kandung, seayah maupun seibu.

f.       Semua perempuan yang bertalian sesusuan dengan istrinya.

D. Putus Perkawinan dan Akibat-akibatnya

Percereaian adalah suatau akhir dai sebuah pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama percereaian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaiman membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, kendraan, perabotan rumah tangga atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya kewajiban merawat anaka-anak mereka. Banyak negra yang memiliki hokum dan uturan tentang percereaian, dan pasangan itu dapt diminta maju ke pengadilan.

a. Dampak/ Akibat dari perceaian

Percereaian sering menimbulkan tekanan batin bagi tiap pasangan tersebut. Anak-anak yang terlahir dari pernikahan mereka juga bbisa merasalan sedih bila oaring tua mereka bercerai.

b. Akibat-akibat perceraain

Akibat secara umum dari sebuah percraian

 

15

Percereaian memebawa dampak perubahan yang amat drastic yang mempengaruhi semua sendi kehidupan keluarga, yang tidak pernah pasangan duga akan terjadi sebelumnya. Percereaian jufga sesungguhnya tidaklah terjadi secara spontan. Dan kebanyakan pasangan yang tewlah bercerai tidaklah merasa bahwa keputusannya untuk bercerai itu adalah keputusan yang tepat. Bagi sebagian besar pasanagan keputusan berceraiitu adalah keputusan yang mmebawa trauma dalam hidup mereka. Lebih jauh keputusan bercerai bagi kebanyakan pasanagn cerai adalah keputuusan yang lebih sulit dan lebih memakan waktu serta lebih menguras tenaga dan pemikiran keimbang mengambil keputusan untuk menikah itiu sendiri. Para  ilmuwan  bidang social mengungkapkan adanya dampak buruk yang sangat luas dari suatu perceraian, yaitu antara lain:

1.      Pengaruh buruk secra psikologi

Yaitu terjadi rasa kesepian yang amat sanagt akibat hubungan yang rusak, percereaian juga merusak rencana, impian, cita-cita dan masa depan dalam keluarga. Perceraian juga mengakibatkan kemarahan, perasaan gagal, penolakan, kepedihan. Akibat stress yang begitu berat berbagi ganguan kesehatan terjadi seperti problema somatic, migraine, anguan tidur, gangguan pencernaan, bahkan terjadi kegoncangan mental yang berat ada sebagian orang yang mencoba mengakhiri hidupnya, ada juga yang menderita gangguan jiwa dari tingkat yang ringan hingga berat.

2.      Pengaruh buruk secara Ekonomi

Memag sebagaian kecil pria akan meningkat standar kehidupannya setela bercerai karena adanya komitmen yang lebih kuat dalam mencari nafkah setelah tahun-tahun petama percereaian.

 

Namun bagi sebagian besar wanita percereaian  akan berakibat pada kondisi keuangan yang menurun dikarenakan tergantungnya waktu mencari nafkah karena sebagai ibu harus mengurus anak sendiria setelah percereaian.Pengaruh buruk pada anak-anak

16

3.      Berbagai kesulitan yang dialami anak gbaik saat sebelum maupun sesudah prcereaian adalah sanagt besar. Berikut ini kita akan bahas pengaruh kepada anak saat menjelang dan sesudah percereaian terjadi, dengan tujuan agar kita bisa menolong anak-anak korban percereaian dan selanjutnya tujuan yang lebih utama adalah menolong agar kita bisa mencegah terjadinya percereaian serta dapat memotifasi kita untuk mampu atas tuntutan Tuhan menciptakan keluarga bahagia, dan rukun didalam rumah tangga kita masing-masing.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

17

III. Kesimpulan

Rukun adalah bagian dari sesuatu, sedang sesuatu itu takkan ada tanpanya.Dengan demikian, rukun perkawinan adalah ijab dan kabul yang muncul dari keduanya berupa ungkapan kata (shighah). Karena dari shighah ini secara langsung akan menyebabkan timbulnya sisa rukun yang lain.

Pernikahan tidak dapat dilaksanakan jika tidak ada wali. Adapun yang dimaksud dalkam pernikahan adalah wali dari pihak perempuan yang melaksanakan akad nikah dengtan pengantin laki-laki.

Tidak semua wanita boleh dinikahi seorang pria, karena memang ada wanita yang tidak boleh dinikahi yang  disebut dengan “mahram” atau lebih dikenal dengan sebutan “muhrim”.     Mahram ini ada dua macam yaitu: mahram muabbad (haram untuk selamanya) dan mahram ghoiru muabbad (haram dinikahi sementara).

Percereaian adalah suatau akhir dai sebuah pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama percereaian, pasangan tersebut harus memutuskan bagaiman membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan (seperti rumah, kendraan, perabotan rumah tangga atau kontrak), dan bagaimana mereka menerima biaya kewajiban merawat anaka-anak mereka. Banyak negra yang memiliki hokum dan uturan tentang percereaian, dan pasangan itu dapt diminta maju ke pengadilan.


 

 

 

 

 

 

 

18

Daftar pustaka

Drs. H. Amir Abyan, MA, Fiqih Untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas III,  CV. TOHA PUTRA Semarang.1996
H. Sualaiman Rasjid, Fiqh Islam, Sinar Baru Algensindo Bandung. 2008

WWW. Google. Download. http://id.wikipedia.org/wiki/Percereaian

No comments:

Post a Comment