Pages

Thursday 21 June 2012

PENDIDIKAN AGAMA PADA BERBAGAI JENJANG DAN TINGKAT PERSEKOLAHAN


A.    Pendahuluan
Pendidikan agama merupakan pendidikan yang sangat penting dan sangat dibutuhkan bagi setiap manusia yang sempurna, dan bahagia baik dalam dunia maupun akhiratnya. Hal ini dibuktikan oleh adanya kenyataan bahwa tata tertib dan ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya semata-mata ditentukan oleh ketentuan hukum saja, tetapi juga didasarkan atas ikatan moral, nilai-nilai kesusilaan dan sopan santun yang didukung dan di hayati bersama oleh masyarakat.
Terwujudnya kehidupan masyarakat yang berpegang pada moralitas tak bisa lain kecuali dari pendidikan agama. Sebab moralitas yang mempunyai daya  ikat masyarakat bersumber pada agama, nilai-nilai agama dan norma-norma agama
Mengingat pentingnya arti dan peranan agama bagi tata kehidupan perseorangan maupun masyarkat, maka dalam rangka memperbaiki watak bangsa haruslah bertumpu diatas landasan keagamaan yang kokoh, jalan untuk mewujudkannya tidak bisa lain kecuali hanyalah dengan menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang paling penting.
Pembinaan kehidupan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan seseorang sebenarnya bukan sekedar mempercayai seperangkat aqidah dan melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja, tetapi merupak usaha yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan kepada Tuhan yang maha Esa.
Pendidikan agama mempunyai jenjang dan tingkatan  sendiri-sendiri agar manusia bisa belajar dengan aktif dan efektif, demi menciptakan manusia yang berilmu  dan beragama dan berakhlaq mulia, dan bisa di banggakan oleh Negara yang tercinta ini

B.     Rumusan Masalah   
Dalam makalah ini, pemakalah akan mencoba membahas tentang
1.      Apa saja jenjang  tingkatan sekolah ?
2.      Upaya apa untuk meningkatkan kualitas SDM melalui dunia persekolahan ?
3.      Apa Fungsi pendidikan Agama ?

C.    Pembahasan
a.      Jenjang Tingkatan Sekolah
1.      Taman Kanak-kanak
    Tumbuhnya rasa agama dalam kepribadian anak dan terbentuknya  dasar nilai moral  yang baik, serta mulai terbina sikap positif terhadap agama. Kegiatan pendidikan agama pada usia kanak-kanak ini dikembangkan lebih banyak bersifat pengenalan, latihan dan pembiasaan. Kemampuan daya pikir anak pada usia ini belum memungkinkan untuk berfikir secara abstrak, karena pemikiran logis baru mulai bertumbuh kira-kira usia 7 tahun. Anak menyerap nilai-nilai melalui pengalaman yang di laluinya, baik melalui penglihatan, pendengaran, perlakuan yang diterimanya maupun latihan-latihan yang diberikan kepadanya.
    Kepribadia guru, sikap dan perilaku serta keyakinan beragama guru ikut diserap oleh anak didik secara tidak langsung.  Karena itu fungsi guru amat menentukan dalam pembinaan jiwa  agama pada anak di usia taman kanak-kanak. Jadi kita sebagai guru atau cagur ( calon guru ) harus benar-benar bisa menanamkan kepribadian kita di dalam dunia pendidikan agama ini, karena jika kita salah melangjkahkan kaki kita dalam dunia pendidikan maka jelas anak didik kita ikut menjadi salah satu yang menjadi korbannya, padahal mereka adalah calon-calon pemimpin yang harus kiata bina dan kita arahkan kejalan yang lurus dan benar. Biasanya sebelum anak memasuki jenjang taman kanak-kanak ini dimasukan dulu dalam PAUD “ Pendidikan Anak Usia Dini, agar mereka nanti lebih cepat perkembangan otaknya dalam beradaptasi dalam dunianya.
2.      Sekolah Dasar
    Tertanamnya bekal dasar keimanan, akhlaq atau budi pekerti serta pengenalan, penghayatan dan pengamalan agama dalam kehidupan peserta didik, agar mampu melaksanakan agamanya secara benar.
                Ciri pertumbuhan yang terjadi peserta didik usia sekolah dasar ( 6-12 tahun ) antara lain anak sedang mengalami prertumbuhan kecerdasan yang cepat, pemikiran logis mulai tumbuh pada usia  kurang lebih 7 tahun, daya fantasinya berkembang  pesat, mereka juga aktif dan senang dalam upacara dan kegiatan keagamaan, sandiwara keagamaan.
    Pengaruh teman sebaya  pada anak usia sekolah dasar mendapatkan tempat yang layak karena itu kegiatan keagamaan yang dulakukan  secara bersama-sama dan ramai  sangat menyenangkan bagi mereka, misalnya pergi ke tempat peribadatan secara beramai-ramai, kerja bakti bersama-sama dan sebagainya.
3.      Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
    Tumbuh dan berkembangnya keimanan pada diri siswa, dan semakin mampu mengembangkan akhlaq/budi pekerti yang baik serta mengenal nilai moral agama dalam hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia  dengan Tuhannya.
    Peserta didik pada tingkat SLTP sedang mengalami perubahan jasmani yang sangat cepat dan mengakibatkan kegoncangan emosi, sehingga sangat memerlukan agama untuk menentramkan batinnya. Pertumbuhan jasmani terjadi baik dari luar maupun dalam , seperti perubahan karena berakhirnya kelenjar kanak-kanak berganti dengan kelenjar yang memproduksi hormon seks, yang mengakibatkan banyak perubahan pada tubuhnya.
    Pertumbuhan jasmani yang berjalan cepat itu tidak seimbang sehingga terjadi ketidakserasian gerak dan perilaku. Diantara perubahan yang merisaukan remaja yang tidak mengerti perubahan yang sedang di laluinya adalah perubahan suara, perubahan kelenjar menyebabkan mimpi atau mulai haid.
    Perkembangan kecerdasan telah sampai kepada mampu memahami hal yang abstrak ( Pada usia kurang lebih 13 tahun ) dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dan kenyataan yang ditemuinya.
    Kegiatan pendidikan agama hendaknya mempertimbangkan semua perubahan dan kegoncangan yang dialami oleh sisaw SLTP ini, guru diharapkan mampu memahami keadaan jiwanya yang sedang goncang dan mampu membantunya dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dialaminya.
4.      Sekolah Menengah Umum  
     Meningkatkan bekal pengetahuan, penghayatan dan pengamaln agama dalam kehidupannya serta mampu mencari hubungan agama dengan ilmu pengetahuan dan dengan kepentigan masyarakat.
     Siswa pada tingkat SMU ini, pada umumnya berada pada usia yang paling goncang (16-18 tahun). Pertumbuhan jasmani sedang dalam pemantapan, petumbuhan kecerdasan dapat di katakan selesai, maka yang masih terjadi adalah pertumbuhan kepribadian dan sosial. Ia ingin diakui dan untuk mendapat tempat yang patut dalam lingkungan  sejawatnya. Akibat pertumuhan jasmani telah selesai, siswa merasa diri sudah dewasa  namun di lain pihak ia masih tergantung  pada orang tuanya, karena belum mampu mandiri. Keinginan dan dorongan untuk bergaul  dengan teman lain jenisnya semakin kuat disebabkan oleh kematangan seksualnya. Di tingkat SMU inilah kegiatan-kegiatan keagamaan harus sangat diperhatikan dan harus di susun kegiatan-kegiatannya agar peserta didik bisa memantapkan pendidikan agamanya.[1] 
     Tentunya kita tahu setelah tingkat SMU ini ada pendidikan berkelanjutan ( S1, S2 dan S3 ) pendidikan berkelanjutan ini juga sangat penting bagi kita semua demi menjawab tantangan di era globalisasi ini  dengan berpegang teguh pada pendidikan agama, kita tahu banyak  para sarjana yang masih aktif dalam dunia koruptor karena minimnya mereka dalam dunia pendidikan agamanya.
Seorang guru di sekolah perlu secara jelas memahami anak dengan dunianya yang “unik”, dalam arti yang berda-beda,  karena jika guru tidak bisa memahami dunianya maka sulit untuk mengarahkan peserta didik tersebut.[2]
b.      Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas SDM Melalui Dunia Persekolahan  
     Dalam upaya peningkatan kualitas SDM melalui dunia persekolahan perlu diadakan beberapa pendekatan, yaitu
1.      Pendekatan Religius.
Dalam konteks ini perlu disusun kurikulum dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dengan kurikulum yang bernuansa religius. Bergerak dari kurikulum sekolah yang bernuansa religius, dengan proses pendidikan yang religius, akan dihasilkan output yang sama pula. Output pendidikan tersebut akan melahirkan SDM yang religius dan dapat mengisi setiap lowongan kerja/jabatan yang ada, sehingga diharapkan setiap lini akan menghasilkan pekerjaan yang halal/bebas korupsi.. Salah satunya disinilah pendidikan agama berperan, dengan pendidikan agama yang kuat insyaallah sesuatu yang kita jalankan akan berpegang teguh pada kehalalan dan anti korupsi.
2.   Pendekatan Politik.
Telah umum diketahui bahwa terlepas dari sistem politik yang dianut oleh suatu negara, salah satu tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dalam konteks kehidupan kenegaraan, kesejahteraan masyarakat tidak lagi dibatasi pada kesejahteraan fisik yang terwujud pada kemakmuran ekonomi yang semakin merata, tetapi juga kesejahteraan mental spiritual. Bahkan, kesejahteraan dimaksud dewasa ini sering dikaitkan dengan kualitas hidup umat manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya yang tidak hanya diikuti, akan tetapi juga dijunjung tinggi. Bicara politik tentu kita mendabakan seorang ahli-ahli politik yang tetap berpegang teguh dalam pendidikan agama,disinilah dibutuhkan sosok-sosok pemimpin dan manajer yang yang visioner dan mampu bertindak cepat menangani masalah yang ada. Sosok pemimpin dan manajer yang visioner adalah mereka yang mampu membaca tanda-tanda zaman, cepat mengamati fenomina mutakhir,  selalu mengikuti dinamika global dan cerdas mengeluarkan ide-ide dan gagasan-gagasan segar yang mampu memecahkan masalah dalam jangka pendek,menengah dan panjang.
3.    Pendekatan Ekonomi.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan seakan-akan tak kunjung reda di negara kita berdampak sangat buruk bagi peningkatan kualitas SDM. Banyak anggota masyarakat (SDM) yang merupakan aset suatu negara tidak dapat melanjutkan studi (pendidikan) ke jenjang lebih tinggi karena ketidakmampuan ekonominya. Hal ini akan dapat diatasi apabila pengambil kebijakan dalam mengelola pembiayaan pendidikan lebih arif dan bijaksana dalam mengelola biaya pendidikan yang tersedia.
4.    Pendekatan Hukum.
Salah satu indikator kehidupan masyarakat modern adalah makin tingginya kesadaran anggota masyarakat akan pentingnya keseimbangan antara kewajiban dan hak masing-masing. Instrumen utama untuk menjamin keseimbangan tersebut adalah kepastian hukum. Kualitas SDM dapat ditingkatkan dengan mematuhi hukum-hukum yang berlaku di negaranya. Dengan mematuhi hukum termasuk peraturan-peraturan di tempat ia bekerja, sehingga pelanggaran jarang terjadi atau bahkan tidak terjadi, kualitas SDM akan meningkat.
5.    Pendekatan Sosio-Kultural.
Nilai-nilai budaya menentukan baik atau tidak baik dan benar atau salah. Dalam peningkatan kualitas SDM, nilai sosio-kultural merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk diperhatikan. Seseorang (SDM) akan malu berbuat tidak baik karena masyarakat akan menilainya dan bahkan mengucilkannya jika seseorang terbukti berbuat hal-hal yang berbenturan dengan adat istiadat (budaya) suatu kelompok. Oleh sebab itu, budaya malu itu perlu di pupuk. Peningkatan kualitas tidak dapat dilakukan jika tidak ada yang mengikutinya.
6.    Pendekatan Administratif/Manajerial.
Salah satu ciri yang menonjol di abad ini adalah terciptanya berbagai jenis organisasi. Oleh sebab itu, manusia modern sering disebut manusia organisasional yang menjadi fokus administratif/manajerial. Apabila suatu pekerjaan dilaksanakan secara administratif/manajerial, maka efektivitas, efisiensi, dan produktivitas akan dapat dicapai dengan mudah. Dengan demikian, kualitas pun akan meningkat. Di dalam proses manajemen diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Apabila ketiga proses ini diikuti dengan benar, peningkatan kualitas akan dapat dicapai. Salah satu filsafat manajemen adalah mengurangi ketidakpastian. Jika memang itu benar, kualitas akan dapat ditingkatkan. Manajemen pendidikan adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya, baik SDM maupun sumber daya lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Untuk itu, penataan manajemen pendidikan sangat diperlukan dalam mencapai kualitas pendidikan yang akan berdampak positif pada peningkatan kualitas SDM. Pada dasarnya, pendidikan mempunyai tujuan yanga akan dicapai, dan untuk melestarikannya perlu di dukung oleh kurikulum yang jelas, pembelajaran, ketenagaan (SDM), srana, dana, informasi dan lingkungan kondusif, yang dikelola melalui proses dan sistematis.[3]
Kita tahu kemajuan teknologi menjadi tantangan pendidikan. Oleh sebab itu dunia pendidikan harus familier dengan teknologi mutakhir dan menjadikan sebagai instrumen pendukung pendidikan saat ini, dari jenjang anak-anak di lembaga pendidikan maju, teknologi diajarkan dengan intensif.
Lembaga pendidikan sekolah dapat berusaha mencerdaskan kehidupan masyarakat dengan memiliki oto­ritas penuh untuk melaksanakan pilihan-pilihan usaha yang paling tepat. Kurikulum pendidikan yang memiliki standar khusus dikem­bangkan oleh setiap lembaga pendidikan sekolah sesuai dengan ke­butuhan yang ada. Guru adalah pribadi yang mandiri, ia memiliki sejumlah kemampuan untuk berinovasi, berinteraksi dengan siswa dengan segenap kemampuannya (akademis, etika, dan moral) guna menghasilkan jenis-jenis pilihan yang paling tepat dan cerdas.

c.       Fungsi pendidikan Agama
Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, maka pendidikan agama berfungsi :
1.      Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia yang percanya dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha Esa
2.      Dalam aspek kehidupan masyarakat dan bernegara adalah untuk :
a.       Melestarikan pancasila dan melaksanakan ketentuan UUD 1945
b.      Melestarikan asas pembangunan nasional, khususnya asas perikehidupan dalam keseimbangan.
c.       Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal rohaniyah  dan mental berupa kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang maha Esa.
d.      Membimbing  warga Negara Indonesia menjadi warga yang baik sekaligus umat yang taat menjalankan agama.
D. Kesimpulan
Dari serangkaian uraian diatas, dapat ditarik beberapa catatan akhir, sebagai berikut:
1.      Jenjang tingkatan sekolah meliputi:
a.       Taman kanak-kanak, yang mana biasanya sebelum memasuki jenjang ini biasanya mengecam dulu pendidikan anak usia dini ( PAUD )
b.      Sekolah dasar
c.       SLTP
d.      SMU yang akan berkelanjutan ke jenjang S1 S2 dan S3
2.    Dunia persekolahan atau lembaga-lembaga pendidikan merupakan mesin produk SDM yang berkualitas. SDM merupakan suatu topik yang tak pernah habis dibicarakan. Secanggih apa pun teknologi yang dihasilkan, SDM-lah yang memegang peranan penting. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas SDM merupakan suatu kebutuhan yang mendesak, baik dalam menuju era globalisasi maupun dalam kerangka otonomi daerah dan berlangsung terus-menerus.
3.  Perbaikan sistem persekolahan dalam hal ini manajemen lembaga pendidikan dan proses pembelajaran pada tingkat dasar, menengah dan Pendidikan berkelanjutan (S2/S3) merupakan salah satu alternatif dalam peningkatan kualitas SDM. Berbagai pendekatan perlu dilakukan agar peningkatan kualitas SDM ini terlaksana dengan baik dan cepat, sehingga terwujud tenaga pembangunan yang berkualitas.


4. pendidikan agama berfungsi :
A. Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia yang         percanya dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha Esa
B. Dalam aspek kehidupan masyarakat dan bernegara adalah untuk :
1. Melestarikan pancasila dan melaksanakan ketentuan UUD 1945
2. Melestarikan asas pembanguna nasional, khususnya asas perikehidupan dalam keseimbangan.
3. Melestarikan modal dasar pembangunan nasional yakni modal rohaniyah  dan mental berupa kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang maha Esa.
4. Membimbing  warga Negara Indonesia menjadi warga yang baik  sekaligus umat yang taat menjalankan agama.

Disadari bahwa tulisan makalah ini masih belum spesifik dalam pembahasannya dan cenderung melebar, namun demikian mudah-mudahan cukup memadai sebagai pijakan awal dalam wacana kita tentang pendidikan agama pada berbagai jenjangdan tingkat persekolahan.
Akhirnya mohon maaf atas kekurangannya, atas saran dan kritik sebelumnya diucapkan terima kasih.











DAFTAR PUSTAKA

1.      Ab. Rahman Shaleh. Pendidikan agama dan keagamaan ( Jakarta: PT. Gemawidu Pancaperkasa  2000 )

2.      Ab. Munir,M.Ed, Lembaga Pendidikan ( Tangerang: Lekdis Nusantara 2006 )


3.      Jamal Ma`mur Asmani. Manajemen pengelolaan dan kepimpinan pendidikan professional  ( Diva Press: Bangun tapan Jogjakarta 2009 )


[1] Ab. Rahman Shaleh. Pendidikan agama dan keagamaan ( Jakarta: PT. Gemawidu Pancaperkasa  2000 ) hlm,22
[2] Ab. Munir,M.Ed, Lembaga Pendidikan ( Tangerang: Lekdis Nusantara 2006 ) hlm  8
[3] Jamal Ma`mur Asmani. Manajemen pengelolaan dan kepimpinan pendidikan professional  ( Diva Press: Bangun tapan Jogjakarta 2009 ) hlm 80

Friday 8 June 2012

AKHLAK DALAM SUDUT PANDANG AL QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN
Akhlak adalah kelakuan, yang mana akhlak di sini adalah berupa kelakuan manusia yang sangat beragam, keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruknya suatu perbuatan manusia itu sendiri.
Akhlak merupakan suatu perbuatan yang bertujuan jelas yaitu : untuk memperbaiki pribadi muslim sehingga bisa melaksanakan Islam dengan sebaik-baiknya, adapun perbaikan yang dimaksud di sini adalah : segala sesuatu yang sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Al Qur’an dari Hadits Nabi SAW.[1]
Merujuk pada sebuah ayat Al Qur’an surah Al Ahzab yang artinya : Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri teladan yang baik bagimu
Yang mana salah satu sumber suri teladan adalah perilaku Rasul SAW yang mana Rasulullah SAW dengan kehadirannya di muka bumi ini sebagai sesorang yang diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Dalam Al Quran banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang akhlak, baik itu akhlak yang terpuji maupun yang tercela. Juga hubungan antara akhlak dengan manusia dengan Tuhannya, dengan sesamanya dan lingkungannya.
Maka penulis mencoba mengupas tafsir surat Al Qolam ayat 4 dalam kaitannya dengan masalah akhlak dalam berbagai sudut.
 
 
BAB II
 
PEMBAHASAN
 
A.    Pengertian Akhlak
 
               Dalam Kamus Besar  Bahasa  Indonesia,  kata  akhlak  diartikan sebagai  budi  pekerti  atau  kelakuan.  Kata  akhlak walaupun terambil dari  bahasa  Arab  (yang  biasa  berartikan  tabiat, perangai  kebiasaan,  bahkan  agama)[2],  namun  kata seperti itu tidak ditemukan dalam Al-Quran. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal  kata  tersebut  yaitu  khuluq  yang  tercantum  dalam Al-Quran surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai  sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul,
 y7¯RÎ)ur 4n?yès9 @,è=äz 5OŠÏàtã ÇÍÈ 
Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi  pekerti yang agung (QS Al- Qalam [68]: 4).
               Kata akhlak banyak ditemukan di dalam hadis-hadis  Nabi  Saw., dan salah satunya yang paling populer adalah, “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
               Bertitik tolak dari pengertian bahasa di  atas,  yakni  akhlak sebagai  kelakuan, kita selanjutnya dapat berkata bahwa akhlak atau kelakuan manusia sangat beragam, dan bahwa  firman Allah berikut  ini  dapat menjadi salah satu argumen keaneka-ragaman tersebut[3].
 ¨bÎ) ö/ä3u÷èy 4Ó®Lt±s9 ÇÍÈ 
     Sesungguhnya usaha kamu (hai manusia) pasti amat beragam (QS Al-Lail [92]: 4).
Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau  dari  berbagai  sudut, antara  lain  nilai kelakuan  yang  berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya, yakni kepada siapa  kelakuan  itu ditujukan.
 
B.     Macam-Macam Akhlak
                       Manusia secara lahiriyah mempunyai potensi baik dan buruk. Terdapat sekian banyak ayat Al-Quran yang dipahami menguraikan hal hakikat ini, antara lain:
 çm»oY÷ƒyydur ÈûøïyôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ 
Maka Kami telah memberi petunjuk (kepada)-nya (manusia) dua jalan mendaki (baik dan buruk) (QS Al-Balad [90]: 10).
               Walaupun kedua potensi ini terdapat dalam diri manusia,  namun ditemukan isyarat-isyarat dalam Al-Quran bahwa kebajikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada  kejahatan,  dan  bahwa manusia pada dasarnya cenderung kepada kebajikan.
Redaksi ini menunjukkan bahwa sebelum digoda oleh Iblis,  Adam tidak durhaka, dalam arti, tidak melakukan sesuatu yang buruk, dan bahwa akibat godaan itu,  ia  menjadi  tersesat.  Walaupun kemudian  Adam bertobat kepada Tuhan, sehingga ia kembali lagi pada kesuciannya.[4]
 
C.     Tanggung Jawab
               Atas dasar uraian di atas, Al-Quran membebaskan manusia  untuk memilih  kedua  jalan  yang tadi disebutkan, tetapi ia sendiri yang harus mempertanggung-jawabkan pilihannya.  Manusia  tidak boleh  membebani  orang lain untuk memikul dosanya, tidak juga dosa orang lain dipikulkan ke  atas  pundaknya.[5]  
               Tetapi  dalam Al-Quran  surat  Al-An'am  ayat  164 dinyatakan bahwa tanggung jawab tersebut baru  dituntut  apabila  memenuhi  syaratsyarat tertentu, seperti pengetahuan, kemampuan, serta kesadaran.
 Ç`¨B 3ytF÷d$# $yJ¯RÎ*sù ÏtGöku ¾ÏmÅ¡øÿuZÏ9 ( `tBur ¨@|Ê $yJ¯RÎ*sù @ÅÒtƒ $pköŽn=tæ 4 Ÿwur âÌs? ×ouÎ#ur uøÍr 3t÷zé& 3 $tBur $¨Zä. tûüÎ/ÉjyèãB 4Ó®Lym y]yèö6tR Zwqßu ÇÊÎÈ 
Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa  orang lain, dan Kami tidak     akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul... (QS Al-Isra' [17]: 15).
Dari ayat ini, kita dapat memetik paling  tidak dua kaidah yang berkaitan dengan tanggung jawab, yaitu:
 
1. Manusia tidak diminta untuk mempertanggungjawabkan apa yang tidak diketahui  atau tidak mampu dilakukannya.
2. Manusia tidak dituntut mempertanggungiawabkan apa yang tidak dilakukannya,  sekalipun hal tersebut diketahuinya.[6]
               Dapat juga disimpulkan, bahwa karena manusia diberi  kemampuan untuk  memilih,  maka pertanggungjawaban berkaitan dengan niat dan kehendaknya. Atas dasar ini pula, maka niat  dan  kehendak seseorang  mempunyai  peran yang sangat besar dalam nilai amal sekaligus dalam pertanggungjawabannya.
  
D.    Penilaian Akhlak Yang Baik
               Ukuran kelakuan baik dan  buruk  mestilah  merujuk  kepada ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Perlu ditambahkan, bahwa apa  yang  dinilai  baik  oleh Allah,  pasti  baik dalam esensinya. Demikian pula sebaliknya,
tidak mungkin Dia menilai kebohongan  sebagai  kelakuan  baik, karena kebohongan esensinya buruk.
               Di  sisi  lain, Allah selalu memperagakan kebaikan, bahkan Dia memiliki segala sifat yang terpuji. Al-Quran suci surat  Thaha (20): 8 menegaskan:
 ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# ÇÑÈ 
(Dialah) Allah tiada Tuhan selain Dia, Dia mempunyai Sifat-sifat yang terpuji (Al-Asma' Al-Husna) (QSThaha [20]: 8).
               Adalah merupakan keistimewaan bagi seseorang  atau  masyarakat jika  menjadikan  sifat-sifat  Allah  sebagai  tolok ukur, dan tidak menjadikan kelezatan atau manfaat sesaat  sebagai  tolok ukur kebaikan. Karena kelezatan dan manfaat dapat berbeda-beda
antara seseorang  dengan  yang  1ain,  bahkan  seseorang  yang berada  dalam  kondisi dan situasi tertentu juga bisa berbeda, dengan kondisi  lainnya.  Boleh  jadi  suatu  masyarakat  yangterjangkiti penyakit akan menilai keburukan sebagai kebaikan.
 
E.     Sasaran Akhlak
               Akhlak  dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika,jika etika dibatasi pada sopan santun  antar  sesama  manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah.
Berikut   upaya  pemaparan  sekilas  beberapa  sasaran  akhlak Islamiyah. 
 
a. Akhlak terhadap Allah
               Titik  tolak  akhlak  terhadap  Allah  adalah  pengakuan   dan kesadaran  bahwa  tiada  Tuhan  melainkan  Allah. Dia memilikisifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang  jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.
                Teramati bahwa semua makhluk  --kecuali  nabi-nabi  tertentu--selalu   menyertakan   pujian   mereka   kepada  Allah  dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan.
 
b. Akhlak terhadap sesama manusia
               Banyak  sekali  rincian  yang  dikemukakan  Al-Quran berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama  manusia.  Petunjuk  mengenai hal  ini  bukan  hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti  membunuh,  menyakiti  badan,  atau  mengambil harta  tanpa  alasan  yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan  jalan  menceritakan  aib  seseorang  di belakangnya,  tidak  peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu.
 * ×Aöqs% Ô$rã÷è¨B îotÏÿøótBur ׎öyz `ÏiB 7ps%y|¹ !$ygãèt7÷Ktƒ ]Œr& 3 ª!$#ur ;ÓÍ_xî ÒOŠÎ=ym ÇËÏÌÈ 
Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima) (QS Al-Baqarah  [2]: 263).
               Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang  hendaknya didudukkan  secara  wajar.  Nabi  Muhammad  Saw.  --misalnya-- dinyatakan sebagai manusia seperti manusia  yang  lain,  namun dinyatakan  pula  bahwa  beliau  adalah  Rasul yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau  berhak  memperoleh penghormatan  melebihi  manusia  1ain.[7] 
 
c. Akhlak terhadap lingkungan
               Yang dimaksud lingkungan di sini adalah  segala  sesuatu  yang berada  di  sekitar  manusia,  baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada  dasarnya,  akhlak  yang  diajarkan   Al-Quran   terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan  menuntut  adanya interaksi antara manusia dengan  sesamanya dan manusia terhadap alam.  Kekhalifahan  mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
               Dalam  pandangan  akhlak  Islam,  seseorang  tidak  dibenarkan mengambil  buah  sebelum  matang,  atau  memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan  kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. 
               
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PENUTUP
 
               Akhlak adalah perilaku dan kelakuan manusia manusia. Akhlak ada bermacartapi secara garis besar akhlak ada dua yaitu yang baik dan buruk. Secara mendasar manusia mempunyai kecenderungan untuk berakhlak baik, namun kadang-kadang godaan dari luarlah yang menyebabkan manusia terjerumus kepada akhlak yang buruk.
               Karena manusia diberi kebebasan untuk memilih yang baik dan yang buruk maka Allah memberikan pertanggung jawaban atas apa yang dipilih dengan segala konsekuensinya.
Ada dua kaidah yang berkaitan dengan tanggung jawab, yaitu:
1. Manusia tidak diminta untuk mempertanggungjawabkan apa yang tidak diketahui  atau tidak mampu dilakukannya.
2. Manusia tidak dituntut mempertanggungiawabkan apa yang tidak dilakukannya,  sekalipun hal tersebut diketahuinya.
Sasaran akhlak ada tiga yaitu :
a.       Akhlak terhadap Allah
b.      Akhlak terhadap sesama manusia
c.       Akhlak terhadap lingkungan.
 
Tolok ukur kelakuan baik dan  buruk  mestilah  merujuk  kepada ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama.
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1998)
Jalaluddin As-Suyuthi.Al Itqan fi ulum Al Quran, Al-Azhar,Mesir tt
Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1991.
Ar-Raghib Al Asfihani, Mu’jam Al Mufradat Alfazh Al Quran  ,Dar Al fikr tt
Musa Subaiti, Akhlak keluarga Muhammad Saw, (Jakarta : Lentera. 1996)
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (Jakarta : Akafa Press 1998).
Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, ( Bandung : Mizan, 1995).
Ibn Katsir, Tafsir AlQuran Al Azhim, Sulaiman Mar’i, Singapura t.t



[1] Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, ( Bandung : Mizan, 1995).

[2] Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1991.

[3] Ar-Raghib Al Asfihani, Mu’jam Al Mufradat Alfazh Al Quran  ,Dar Al fikr tt

[4] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1998)

[5] Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, ( Bandung : Mizan, 1995).

[6] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat (Jakarta : Akafa Press 1998).

[7] Murtadha Muthahhari, Akhlak Suci Nabi yang Ummi, ( Bandung : Mizan, 1995).