Pages

Thursday 31 May 2012

MUHAKAM DAN MUTASYABIH

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Quran, selain merupakan wahyu, merupakan bagian kehidupan umat yang mau membukakan mata hatinya. Bahkan, kitab suci sudah dipandang sebagai kehidupan itu sendiri, dan tidak semata-mata kitab biasa. Untuk dapat memahami kehidupannya, biasanya diperlukan alat Bantu yang kadang kala tidak sedikit. Oleh karena itu, firman ilahi yang mengiringi kehidupan umat islam (dan juga seluruh umat manusia) telah tersedia dalam bentuk tertulis, bahkan berbentuk sebuah kitab. Sebagai konsekuensi bahwa pada masa-masa permulaan turunnya al-qur’an, lebih banyak dihafal dan difahami oleh para sahabat nabi SAW. Sehingga kemudian tidak ada alternative lain bagi para sahabat kecuali berupaya menulisnya. Apabila tidak dituliskan, maka mutiara yang bernilai demikian luhur dikhawatirkan, akan bercampur dengan hal-hal lain yang tidak diperlukan. Oleh sebab itu tidak dapat dihindari, jka kemudian berkembang ilmu pengetahuan tentang al-quran, yang tujuan tak lain untuk memepermudah pemahaman. Salah satu ilmu pengetahuan tentang al-quran adalah ilmu “Muhkam Mutsyabihat”, biasa di artikan sebagai ilmu yang menerangkan tentang ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Tidak sampai disitu saja, ada beberapa hal yang cukup urgen dipertanyakan sebagai wujud keingintahuan kita terhadap cabang ilmu ini. Diantaranya adalah; Apakah yang dimaksud dengan Muhkam Mutasyabih itu sendiri?” mengapa masalah ini muncul?bagaimana contoh beserta keterangannya? Dan apa pula hikmah diturunkannyaAyatMutasyabih?

BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Muhakam Mutasyabih

            Menurut bahasa Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan, kata ahkam (tunggal, hukam) berasal dari kata hakama yang berarti memutuskan diantara dua masalah. Apabila kata itu dalam bentuk jamak, maka artinya adalah penilaian, keputusan, dan lebih praktis lagi adalah mengambil keputusan dengan merujuk pada ayat-ayat al-quran, terutama yang berkaitan dengan hukum yang mengatur, dan juga termasuk menetukan kebenaran dan kekeliruan.Inilahyangdisebut‘AhkamUmum’.Mutsyabihat(tunggal,mutasyabihat) berasal dari kata Syubbiha yang artinya meragukan. Sedangkan menurut bahasa Mutasyabih berarti tasyabbuh, yakni bila salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain. Karena kemiripan diantara keduanya secara kongkret maupun abstrak. Dalam pengertian praktis adalah ayat-ayat al-quran yang artinya tidak jelas, atau belum sepenuhnya disetujui, sehingga terbuka bagiadanyaduaataulebihpenafsiran.Contoh ayat ahkam QS AL-Baqoroh 282;
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 2:282)
ContohMutasyabihat;QSThahaayat5;“Tuhan yang maha pemurah yang bersemayamdiatasArsy-Nya”.
B.PerbedaanMuhkamMutasyabihSecara istilah, pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagaiberikut;

1)Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabih hanya diketahui maksudnya oleh Allah sendiri

2)Muhkam adalah ayat yang mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung banyak wajah

3)Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian lebih memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain.

Sementara Imam As-suyuthi dalam bukunya yang berjudul Muhkhtasan al-itqom fi ulum Al-quran li al-suyuti (edisi indonesianya ;Apa itu al-quran) juga mengemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih;
1)Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui, baik secara nyata maupun ta’wil sedangkan mutasyabih adalah ayat yang hanya diketahui oleh Allah seperti kiamat, munculnya Dajjal dan potongan huruf-huruf hijaz diawal surat.

2)Muhkam adqalah ayat yang jelas maknanya dan mutasyabih adalah ayat yang tidaqk jelas maknanya.

3)Muhkam adalah ayat yang mengandung satu pentakwilan dan mutasyabih adalah ayat yang mengandung beberapa pentakwilan.

4)Muhkam adalah ayat yang berdiri sendiri dam mutasyabih adalah yang tidak sempurna pemahamannnya kecuali dengan merujuk ayat lain.

5)Muhkam adalah ayat yang tidak dihapuskan dan mutasyabih adalah ayat yang sudah dihapuskan.Ayat-ayat yang berkenaan dengan halal dan haram, hukum-hukumnya, pewarisan, janji, ancaman dan sebagainya termasuk masuk kedalam muhkam, sedangkan yang berkenaan dengan sifat-sifat Allah, masa dibangkitkan kembali, pengadilan, kehidupan setelah mati dan lain-lainnya, termasuk kedalam mutasyabihat.


C.Makna Teresurat dan Tersirat

            Makna beberapa ayat tertentu diperoleh dari yang tersurat (manthuq) sedang yang lain diperoleh dari apa yang dipahamkan (mafhum). Dalam kaitannya dalam pemahaman tersurat, ada beberapa jenis. Yang pertama berkaitan dengan naskah yang gamblang, yaitu naskah yang gamblang dan tidak ada makna gandadidalamnya.ContohQSal-quran,2;196)196. Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan Umrah sebelum Haji (di dalam bulan Haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya. (QS. 2:196)

“Jika ia tidak dapat memperolehnya, maka ia waji, maka ia wajib berpuasa 3 hari selama musim haji, 7 hari ketika kamu kembali, seluruhnya adalah 10 hari…”Dalam kasus lain, bunyi teks itu tampak seperti bermakna ganda, tetapi tetap saja gamblang sejauh berkenaan dengan makna yang dikandungnya. ContohQSal-Quran,2;222)222. Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikandiri.(QS.2:222)Kata thathoharna yang ada di dalam kalimat tersebut, dapat ditafsirkan sebagai merujuk pada akhir masa menstruasi, atau sesudah mandi untuk membersihkan diri sesudah periode tersebut.
Al-muqoth-tho’at adalah sebutan bagi huruf-huruf singkatan yang merupakan bagian penting dari mutasyabihat dan sejauh ini maknanya belum diketahui dengan pasti. Sebutan tersebut barasal dari kata qatha’a yang artinya memotong dan artinya adalah “apa yang terpotong’, dan juga yang disingkat.’Dalam pengertian teknis, maka kata tersebut digunakan dalam ayat-ayat tertentu yang ditemikan di permulaan surat didalam al-quran yang biasanya disebut dengan “ayat-ayat yang disingkat”. Ada empat belas huruf yang ada dalam berbagai kombinasi di permulaan 29 surat. Berikut ini adalah daftar tempat beradanya, dan juga distribusinya di dalam al-quran;

Alif lamm Raa :10, 11, 12, 14, 15
Alif laam Mimm : 2, 3, 29, 30, 31, 32
Alif Laam Miim Raa : 13
Alif laam miim shaad : 7
Haa miim : 40, 41, 43, 44, 45, 46
Shaad : 38
Thaa Siin : 27
Tha Siin Miim : 26, 28
Thaha :20
Khof :50
kafHaYa’ainsod :19
Yaasin: 36
Nuun : 68

Makna dan tujuan huruf-huruf tersebut tetap tidak jelas. Ada beberapa penjelasan yang ditawarkan oleh para ulama mengenai makna huruf-huruf tersebut yaitu;
Beberapa huruf tersebut sebagai singkatan kalimat dan kata-kata, sepeti misal Alif lammiim yang diaanggap bermakna anal lahu a’lam; Nuun yang berarti Nuur ayatu cahaya dan lain-lain.
Huruf-huruf tersebut bukan mrerupakan singkaran melainkan hanya sebagai simbol dan nama-nama Allah, atau dan lain-lain
Bahwa angka-angka tersebut memiliki makna numerik, sebagai mana hanya dengan huruf semetik lainnya yang dianggap mamiliki nilai atau harga tertentu
Bahawa huruf-huruf tersebut digunakan sebagai penarik perhatian bagi rosul (dan para pengikutnya) akan kandungan makna Ayat-ayat selanjutnnya

D. Pandangan Sikap Ulama \mengenai ayat-ayat mutasyabihat
Terdapat bayak pendapat: para ulama mengenai pandangan mereka terhadap keberadaan ayat-ayat Muhkam dan Muatsyabih terdapat 3 pendapat:

1.Bahwa al-quran sesungguhnya adalah muhkam mengingat firman Allah QS Huud:1
artinya; “sesuatu kitab yang dijelaskan (uhkimat) Ayat-ayat

2.Bahwa Al-Quran seluruhnya adalah mutasyabih mengingat firman Alloh:
Artinya (yaitu) Al-Quran yang mutasyabih dan berulang-ulang” ( Qs Az-zumar).

3.Menyatakan bahwa Al-Quran itu ada yang muhkam dan ada pula yang
Mutasyabihah dan inilah yang paling sahih


Menurut As-zhihrazi, beliau mengatakan bahwa tak ada sesuatu dari ayat-ayat Al-quran yang hanya Allahlah sendiri mengetahui maknanya. Sementara Al-Raghib al-Ash fahami mengambil jalan tengah dalam menghadapi masalah ini. Beliau membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya ini kepada tiga bagian:

1.Bagian tak ada jalan mengetahuinya, seperti waktu terjadi kiamat dan lain-lain.
2.Sebagai manusia menemukan sebab-sebab mengetahuinya seperti lafadz-lafadz yang ganjil dari hokum-hukum yang sulit.
3.Bagian yang terletak antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh sebagian ulama yang menyelesaikan ilmunya dan tidak diketahui oleh sebagian lain.

Para ulama memberikan contoh ayat-ayat mutasyabih dengan ayat-ayat tentang asma-asma dan sifat-sifatNya. Ada dua mahzab dikalangan para ulama yang berbeda pendapatnya yaitu: pertama mahzab safaf ( para ulama di kalangan generasi sahabat dan Nabi) yang mengimani sifat-sifat yang mutasyabih dan menyerahkan makna, serta pengertiannya kepada Alloh. Mereka mensucikan Alloh dari makna lahir kalimat-kalimat. Kalimat yang mutasyabih karena harfiah demikian itu mustahil bagi Allah. Mereka mengimani sepenuhnya rahasia kandungan-kandungan firman Alloh yang serupa itu dan mereka menyerahkan hakikat maknanya kepada Alloh.
Kedua, mahzab Khalaf ( para ulama di kalangan generasi berikutnya ) mereka menetapkan makna bagi lafadz-lafadz yang menurut lahirnya mustahil bagi Alloh dengan pengertian yang layak bagi dzat Alloh.
Takwil adalah hakikat ( substansi ) yang kepadanya pembicaraan dikembalikan. Maka, takwil dari apa yang diberitakan Alloh tentang dzat dan sifat-sifatNya adalah hakikat dzat-Nyaitu sendiri yang kudus dan hakikat sifat-sifatNya. Takwil yang tercela adalah takwil dengan pengertian pertama memalingkan lafadz dari makna rajih kepada makna marjuh karena ada dalil yang menyertainya. Takwil semacam ini banyak dipergunakan oleh sebagian besar ulama mutaakhirin, dengan tujuan untuk lebih memahasucikan Alloh swt, dari keserupaan-Nya dengan mahluk seperti yang mereka sangka. Dugaan ini sungguh bathil karena dapat menjatuhkan mereka kedalam kekhawatiran yang sama dengan apa yang mereka takuti atau bahkan lebih dari itu.


BAB III

KESIMPULAN


Hikmah diturunkannya ayat-ayat mutasyabih. Para ulama menyebutkan beberapa hikmah dari adanya ayat-ayat mutasyabih, diantaranya:

1.Mengharuskan upaya lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga dengan demikian menambah pahalanya.

2.Seandainya Al-Quran seluruhnya muhkam niscaya hanya ada satu madzab, sebab kejelasannya itu akan membatalkan yang lain, selanjutnya hal ini akan mengakibatkan para penganut madzab itu akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya. Dengan demikian maka semua penganut mahzab memperhatikan dan memikirkannya. Jika mereka terus menggalinya maka akhirnya ayat-ayat yang muhkam menjadi penafsir bagi ayat-ayat mutasyabih.

3.Apabila Al-Quran ayat-ayat mutasyabih, maka untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran dan tarjih antara satu dan lainnya. Selanjutnya hal ini memerlukan berbagai ilmu , seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, bayani, ushul fiqih dan lain sebagainya. Seandainya tidak demikian niscaya tidak akan muncul ilmu-ilmu tersebut.

4.Al-Quran berisi dakwah kepada orang-orang tertentu dan orang-orang umum.Orang-orang awam biasanya tidak menyukai hal-hal yang bersifat abstrak. Karena itu jika mereka mendengar tentang sesuatu yang ada tapi tidak berwujud fisik dan berbentuk, maka ia akan menyangka bahwa hal itu tidak benar, kemudian ia terjerumus kepada ta’thil (peniadaan sifat Alloh ).Oleh sebab itu sebaiknya mereka diajak bicara dengan bahasa yang menunjukan kepada orng yang sesuai dengan imajinasi dan khayalnya dan dipadukan dengan kebenaran yang bersifat empirik.




BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Al-khaffan, manna’khalil. 2004. Mabahis fi ulumil Qur’an. Bogor: Pustaka Litera.

Deffer, Ahmad von. 1998. Ilmu Al-Qur’an, Pengenalan Dasar. Jakarta : Rajawali Press

Siregar, maragustam. 2004. Materi Pokok Ulumul Qur’an.



No comments:

Post a Comment