Pages

Friday 4 May 2012

KONSEP KELUARGA BERENCANA DALAM PANDANGAN ISLAM


I.                   PENDAHULUAN
Keluarga berencana (KB) adalah istilah ressmi yan dipakai di dalam lembaga-lembaga negara kita seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Istilah KB ini mempunyai arti yang sama dengan Istilah yang umum dipakai di dunia internasional yakni family planning atau plannednparenthood, seperti International Planned Perenthood Federation (IPPF), nama sebuah organisasi tingkat international dengan kantor pusatnya di London. Keluarga Berencana juga mempunyai arti yang sama istilah Arab” ﺍﻠﻨﺴﻞ ﺗﻨﻆﻴﻢ “ (pengaturan keturunan/kelahiran), bukan “ﺗﺤﺪﻴﺪﺍﻟﻧﺴﻞ “ (Arab) atau Brith Control (Ingris), yang mempunyai arti pembatasan kelahiran. KB juga dapat dipahami sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam pengertian ini, KB didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus. KB dalam pengertian pertama ini diistilahkan dengan tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran). Dapat dipahami juga sebagai aktivitas individual untuk mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat). Misalnya dengan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian kedua diberi istilah tanzhim an-nasl (pengaturan kelahiran).[1]

II.                PERMASALAHAN
1.      Apa pengertian KB!
2.      Bagaimana hukum KB menurut Islam!
3.      Apa saja alat kontrasepsi KB itu!





III.             PEMBAHASAN
1.              Pengertian KB
Keluarga berencana (KB) atau Family Planning (Planned parenthood) atau Tandhimu al-Nasl  adalah pengaturan keturunan, yaitu pasangan suami-istri yang mempunyai perencanaan yang konkret mengenai kapan anak-anakanya diharapkan lahir. Sejumlah anak yang didambakan itu telah dihitung dengan kemampuan dan kesanggupan suami-istri dan situasi-kondisi masyarakat dan negaranya. Dengan kata lain KB dititikberatkan pada perencanaan, pengaturan dan pertangungjawaban orang tua terhadap anggota keluarganya, agar dengan mudah dan secara matematis dapat mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu dilakukan berbagai upaya atau cara agar dalam kegiatan hubungan suami-istri ( tidak terjadi kehamilan.
Mahmoud Syaltout mendefinisikan KB sebagai pengaturan dan penjarang angka kelahiran atau usaha mencegah kehamilan sementara atau untuk selamanya dengan situasi-kondisi tertentu, baik bagi keluarga yang bersangkutan maupun kepentingan masyarakat dan negaranya.
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa KB adalah pengaturan rencana kelahiran anak dengan melakukan suatau cara atau alat yang dapat mencegah kehamilan. KB bukanlah Birth Control atau Tahdid al-Nasl yang konotasinya pembatasan atau mencegah kelahiran.

2.      Hukum KB menurut Islam
Ber-KB dalam pengertian untuk mencegah kehamilan akibat hubungan badan suami-istri dikenal sejak masa Nabi yaitu dengan perbuatan ‘azal yang sekarang dikenal dengan coitus-interuptus, yaitu jimak terputus, yaitu melakukan ejakulasi (inzal al-mani) diluar vagina (Faraj) sehingga sperma tidak bertemu dengan indung telur isteri. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kehamilan karena indung telur tidak dapat dibuahi sperma suami.[2]
Diriwayatkan dari Jabir bahwasannya ada seorang yang datang menghadap Rasulullah SAW., lalu ia berkata: “ Sesungguhnya aku mempunyai seorang jariah, yang menjadi pembantu kami, pelayan minum kami, sedang aku sendiri menggaulinya, akan tetapi aku kawatir dia hamil”. Maka Rasulullah memerintahkan “Lakukan ‘azal jika engkau menghendai dengan begitu hanya akan masuk sekedarnya”. Atas dasar itu orang tersebut melakukan ‘azal. Kemudian Rasulullah mendatanginya, dan orang itu berkata bahwa jariah itu hamil. Maka Rasulullah SAW., menjawab: “Aku telah beritahu kamu bahwasannya sperma akan masuk sekadarnya (kerahimnya) dan akan membuahi”
Hadits di atas meruapakan hadits taqriri yang menunjukkan bahwa perbuatan ‘azal yang dilakukan dalam upaya menghindari kehamilan dapat dibenarkan (tidak ada larangan). Jika ‘azal  dilarang pasti ditegaskan dalam ayat-ayat al-Qur’an yang masih turun pada waktu itu atau sekedar ikhtiar manusia untuk menghindari kehamilan, sedangkan kepastiannya di tangan Tuhan. Demikian Pula alat-alat kontrasepsi atau cara-cara lainnya, tidak dapat menjamin sepenuhnya berhasil.
Secara esensial dan sarih, hadits di atas dapat dijadikan hukum (nash) tentang dibolehkannya ber-KB menurut hukum Islam, sekaligus sebagai dalil untuk mengqiyaskan penggunaan alat kontrasepsi seperti kondom dan sejenisnya.[3] Ber-KB menurut al-Quran dan Hadits menurut pandangan Ulama’/ Islam sebagai berikut:



a.      Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, yaitu:
الا صل فى الأشياء الاباحة حتى يدل على الدليل على تحريمها
Tetapi dalam al-Qur’an ada ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
·         Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة (البقرة : 195)
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
·         Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
كادا الفقر أن تكون كفرا
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
·         Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi:
ولا ضرر ولا ضرار
“Jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.[4]
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil pembenaran ber-KB antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 9
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Ayat ini memberi petunjuk kepada kita bahwa Allah mengehendaki jangan sampai kita meninggalkan keturunan yang kalau kita sudah meninggalkan dunia fana ini, menjadi umat dan bangsa yang lemah. Karena itu, kita harus bertaqwa kepada Allah dan menyesuaikan perbuatan kita dengan ucapan yang telah kita ikrarkan. Kita telah ikrar bahwa kita akan membangun masyarakat dan negara dalam segala bidang materiil dan spiritual untuk mewujudkan suatu masyarakat yang dalil dan makmur yang diridai oleh Allah SWT. dan salah satunya untuk mencapai tujuan pembangunan itu adalah dengan melaksanakan KB.

b.        Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 233:

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
c.       Firman Allah dalam Surat Luqman ayat 14:

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
d.      Firman Allah dalam Surat Al-Ahqaf ayat 15:


Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia Telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah Aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang Telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya Aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya Aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
Ayat-ayat tersebut di atas b,c, dan d member petunjuk kapada kita bahwa kita peru melaksanakan perencanaan keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan:
a.        Terpelihara kesehatan ibu anak, terjaminnya keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil, melahirkan,menyususi, dan memelihara anak serta timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan dalam keluarga.
b.      Terpeliharanyasehatan jiwa,, kesehatan jasmani dan rohani anak serta tersedianya pendidikan bagi anak.
c.       Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga.
Berhubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka dapat kita pahami:
a.       Seorang ayah sebagai kepala keluaraga wajib bertanggung jawab atas kesejahteraan anak dan istrinya.
b.      Seorang ibu tidak dibenarkan menderita karena anaknya, demikian pula ayahnya dan ahli warisnya.
c.       Tentang penderiataan seorang ibu terdapat isyarat/petunjuk yang dapat dipahami dalam Surat AL-Baqarah ayat 234 dan Surat Luqman ayat 14 , lamaya 2 tahun sesudah melahirkan dan surat Al-Ahqaf ayat 15 lamanya 30 bulan.
d.      Sesuai dengan ilmu kesehatan, bahwa selama si ibu menyusui anaknya ia kemungkinan tidak dapat menstruasi dan berarti selama 2 tahun menyusui, kemungkinan tidak  hamil, sehingga dengan demikian dapat diambil pengertian dan ayat-ayat tersebut bahwa ibunya hendak mengatur jarak antara dua kehamilan/ kelahiran minimal selama 30 bulan = 2½ tahun dan biasa dibulatkan 3 tahun. Waktu 2½-3 tahun sebagai jarak antara kehamilan/kelahiran memang baik menurut Ilmu Kesehatan, karena ibu memang memerlukan waktu tersebut untuk menjaga kesehatannya pada waktu hamil agar kandungannya selamat karena ia juga perlu menyusui dan merawat bayinya dengan seksama. Kemudia ia perlu merehabilitasi (memperbaiki) dirinya sendiri.
e.        Dalam Surat Al-Baqarah ayat 234 dijelaskan perlunya musyawarah antara suami istri dan adanya persetujuan dari keduanya jika ingin menyapih lebih cepat dari 2 tahun. Dan ini berarti penagturan/penjarangan kehamilan/kelahiran itu mutlak diperlukan musyawarah antara suami istri dan adanya persetujuan dari mereka yang bersangkutan.
b.      Menurut Pandangan Ulama’
1.      Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
Artinya: Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
2.      Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan[5] seperti firman Allah:
ولا تقتلوا أولادكم من إملق نحن نرزقكم وإياهم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
3.      Macam-macam alat Kontrasepsi KB
Dalam pelaksanaan KB harus menggunakan salah satu alat kontrasepsi yang sudah dikenal, sebagai hasil penemuan ilmu dan tegnologi, seperti:
1.      Pil, berupa tablet yang berisi bahan progestin dan progesteren yang bekerja dalam tubuh wanita untuk mencegah terjadinya ovulasi dan melakukan perubahan pada endometrium.kedua bahan tersebut mengandung hormone dalam kadar rendah, tetapi mampu menimbulkan efek kontrasepsi tanpa menimbulkan kontraindikasi yang berarti, kecuali terhadap wanita yang sedang mengidap penyakit seperti kanker payudara, penyakit kuning atau pernah menderita liver dalam tiga tahun terakhir, penyakit pembuluh darah, hipertensi, varices, diabetes atau asma. Efaktivitasnya cukup tinggi, 9,5%. Pil sebaiknya tidak digunakan oleh wanita yang belum berumur 18 tahun yang haidnya belum teratur, dan wanita yang telah berumur 35 tahun atau yang sedang menyusui anaknya, karena dapat mengganggu pembentukan air susu ibu.
2.      Suntikan yaitu menginjeksikan cairan kedalam tubuh wanita yang dikenal cairan Dvo Provera, Net Den dan Noristerat. Efektivitasnya mencapai 99%. Cara kerjanya yaitu menghalangi terjadinya ovulasi, menipiskan endomentrin sehingga nidasi tidak mungkin terjadi, dan memekatkan lender servik sehingga menghambat perjalanan sperma melalui canalis servikalis.
3.      AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), terdiri atas leppesslooop (Spiral), multi load dan cooper-T terbuat dari plastic halus dililit dengan tembaga tipis. Cara kerjanya ialah membuat daya sperma untuk membuahi sel telur wanita karena penyempitan akar regangan spiral dan pengaruh dari tembaga yang melilit pada plastik itu. Efektifitasnya mencapai 98% dan bertahan lama. Ekonomis dan reversible. Efek sampingnya mungkin sedikit mulas dan nyeri keputihan, terlambat haid. AKDR dipasang bagi wanita yang sudah melahirkan dan lebih baik bagi yang telah berumur di atas 35 tahun.
4.      Strelisasi (Vasektomi?Tubeksomi), yaitu operasi pemutusan atau pengikatan saluran/pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan kelanjar prostat (gudang sperma menjelasng diejakulasi) bagi laki-laki, atau operasi tubekstomi dengan operasi yang sama pada wanita sehinga ovarium tidak dapa masuk ke dalam rongga rahim, sementara sperma laki-laki yang masuk ke dalam alat kelamin wanita tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak akan terjadi kehamilan walaupun coitus tetap normal tanpa gangguan apa pun. Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.[6]
Alatalat kontrasepsi lainya adalah kondom, diafragma, tablet vaginal, dan akhir-akhir ini ada lagi semacam tisue.
Disamping itu ada pula beberapa cara kontrasepsi yang bersifat tradisional seperti system kalender, coitus interuptus (‘azal), jamu-jamuan, urut, dan sebagainya, yang tidak termasuk dalam kontrasepsi teknologis.
Dari beberapa macam alat kontrasepsi yang diprogramkan itu sebagian besar sasaran pemakaiannya adalah wanita, yiatu pil, suntikan, susuk KB, AKDR dan kadang-kadang tubeksomi, sedangkan laki-laki hanya kondom dan vasektomi.  




















IV.              KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas maka pemakalah dapat menyimpulkan sebagai berikut:
-          Keluarga Berencana adalah pengaturan rencana kelahiran anak dengan melakukan suatu cara atau alat yang dapat mencegah kehamilan.
-          Hukum melakukan KB menurut islam adalah diperbolehkan, bahkan dalam keadaan tertentu malah wajib seperti untuk menjaga keselamatan ibu ataupun calon bayi. Ada nash Al-Quran dan Hadits yang bisa dijadikan pedoman diperbolehkannya melakukan KB.
-          Macam-macam  alat kontrasepsi KB yaitu Pil, suntikan, AKDR, sterilisasi (tubeksomi/vaseksomi)

























Daftar Pustaka

Drs. H. Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah “KapitaSelekta Hukum”, CV Haji Mas Agung, Malang, 1989

Dr. H. Chuzainah, T Yanggo & H. A. Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994

 Drs. Musthafa Kamal, Fiqih Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2002







[2] Chuzainah T Yanggo & H. A. Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994
[3] Chuzainah, T Yanggo & H. A. Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994, hlm.

[4] Musthafa Kamal, Fiqih Islam (Citra Karsa Mandiri: Yogyakarta. 2002), hlm. 293
[6] Chuzainah, T Yanggo & H. A. Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer, PT Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994, hlm.

No comments:

Post a Comment